Judul
|
Fenomena Keberadaan Kaum “Gay”
di Kota Surakarta
|
LatarBelakang
|
1.
Gay yakni sebutan yang diberikan kepada lelaki yang memiliki orientasi seksual
terhadap sesama lelaki. Tahun 1982 hingga sekarang mulai muncul
organisasi-organisasi gay terbuka
yang pertama di Indonesia seperti Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY),
Indonesian Gay Society (IGS), dan GAYa NUSANTARA (GN) di Surabaya. Kemunculan
organisasi-organisasi gay di
Indonesia tersebut, telah cukup membuktikan bahwa saat ini keberadaan kaum gay telah menjadi rahasia umum dikalangan masyarakat.
·
Data persebaran kaum gay
di Indonesia yang diperoleh dari hasil penelitian Forum Group Discuccion
(FGD) yang bernama Mekanika dengan cara FGD. Berdasarkan identitas provinsi
pada tahun 2013 yang menjadi anggota komunitas gay di internet sebanyak 76.288 orang.
2.
Surakarta atau yang lebih akrab disapa dengan kota Solo ini selain
terkenal dengan slogannya “The Spirit of Java” ini, di dalamnya ternyata juga
menyimpan permasalahan sosial yang tidak banyak diketahui
oleh masyarakat umum sekitar yaitu tentang persoalan keberadaan kaum gay yang semakin hari jumlahnya terus
bertambah. Menurut ketua organisasi dan Yayasan Gerakan Advokasi Sosial dan
Hak Azasi Manusia untuk Gay yang
bernama Slamet Rahardjo, kaum gay
yang berada di Kota Surakarta berjumlahnya yang kurang lebih sekitar 700 orang. Dan setiap awal bulan september mereka mengadakan acara rutin yang
dinamai dengan “September Ceria” yang diadakan di daerah pegunungan
Twangmangu, Karanganyar.
3.
Kehadiran kaum gay di Kota
Surakarta ni, bukan berarti tidak melahirkan masalah. Artinya ketika melihat
fenomena perilaku gay serta
munculnya organisasi kaum gay yang ada di Surakarta tersebut jika dipandang
dari sudut norma asusila, agama, dan bahkan hukum normatif yang ada di
Indonesia perilaku gay termasuk
pada perilaku yang menyimpang karena pada umumnya secara normal laki-laki
pasangannya adalah perempuan. Larangan tersebut, berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang melarang hubungan seksual sesama jenis
dan telah tercantum dalam pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa
orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis
kelaminnya dengan dia yang diketahuinya atau sepatutnya harus di duganya
belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
4.
Kemudian jika dilihat dari
sudut pandang agama Islam dan kristen, perbuatan gay sudah jelas dilarang
oleh agama masing. Dalam islam sendiri sudah jelas ditertuang dalam (QS Al-A’raf:80-84) tentang larangan Allah bagi kaum gay, yang sudah ada sejak sebelum masa
Nabi Muhammad SAW yang tepatnya pada zaman Nabi Luth yang ditujukan pada kaum
Sodoum waktu itu. Jika dilihat dari sudut agama Kristen, larangan perilaku
gay juga telah dijelaskan pada kitab injil : “Bila
seorang laki-laki
tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan
perempuan, jadi keduanya melakukan suatu
kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan
darah
mereka
terimpa pada mereka sendiri.”(Imamat :20:13).
5.
Dalam penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara hukum normatif
maupun agama, perilaku dan perbuatan gay dilarang dan termasuk dosa khususnya
di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam dan sisanya
adalah kristen. Mengapa demikian, karena jika berbicara mengenai perbuatan
gay negara lain tidaklah lagi menjadi
sebuah perbuatan yang melanggar hukum maupun disebut sebagai perbuatan
menyimpang. Bahkan kini telah ada 14 negara dunia yang telah melegalkan
pernikahan sejenis mengikuti Belanda sebagai negara yang pertama kali
melegalkan pernikahan sejenis pada tahun 2001, kemudian disusul Kanada,
Afrika Selatan, Belgia, Spanyol, Argentina, Denmark, Islandia,
Norwegia,Portugal, Swedia, Perancis,
Meksiko, New Zeland, dan Urugay. Tetapi hal tersebut tentunya tidaklah berlaku di Indonesia,karena
bertentangan dengan hukum, norma asusila yang berlaku di negara ini. Dan
dengan adanya fakta tentang keberdaan kaum gay, khususnya di Kota Surakarta
menjadi bukti adanya perbuatan perilaku menyimpang. Oleh karena itu penulis
mencoba untuk mengetahui pandangan, perlakuan, dan pendapat masyarakat di
Kota Surakarta perihal fenomena keberadaan kaum gay di kota tersebut.
|
PertanyaanPenelitian
|
a.
Grand Question
Bagaimana pandangan masyarakat terhadap keberadaan kaum gay di Kota Surakarta?
b.
Sub Question
1.
Seperti apa perlakuan
masyarakat terhadap kaum gay di Kota Surakarta?
2.
Bagaimana pendapat
masyarakat sekitar tentang keberadaan kaum gay di Kota Surakata?
|
TujuanPenelitian
|
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pandangan
masyarakat terhadap keberadaan kaum gay di Kota Surakarta.
2.
Untuk mengetahui seperti
apa perlakuan masyarakat terhadap kaum gay di Kota Surakarta.
3.
Untuk mengetahui pendapat
masyarakat sekitar tentang keberadaan kaum gay di Kota Surakarta.
|
ManfaatPenelitian
|
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan mempunyai manfaat
sebagai berikut :
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, di bidang
sosiologi. Penelitian ini juga diharapkan mampu memperluas pengetahuan bagi
pembaca, untuk meningkatkan kemampuan menganalisis permasalahan social khususnya tentang fenomena keberadaan kaum gay di Kota Surakarta.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat pada umumnya, serta
bagi mahasiswa pada khususnya, dan juga bagi peneliti sendiri perihal fenomena keberadaan kaum gay di Kota Surakarta. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
pengetahuan bagi masyarakat di Kota Surakarta tentang keberadaan kaum gay yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat
setempat.
|
Landasan/KerangkaTeori
|
1.
Gay berarti seseorang
yang mempunyai orientasi seks terhadap sesama jenis, yaitu laki-laki yang
mempunyai rasa ketertarikan secara emosional atau kasih sayang, maupun secara
erotik terhadap laki-laki juga dengan atau tanpa hubungan fisik dan seksual.
2.
Menurut direktur Yayasan Gessang, Slamet Rahardjo, yang telah lama
membuka diri atas status gay-nya
tersebut, menjelaskan bahwa komunitas yang telah berdiri sejak 14 tahun yang
lalu ini, memiliki agenda pertemuan reguler setiap tahun yaitu “September
Ceria”yang digelar di pegunungan Tawangmangu,
Karanganyar dan dihadiri sejumlah 700an lebih kaum gay se-Indonesia.
3.
Sebagai laki-laki yang
juga memiliki orientasi seksual kepada laki-laki pula, membuat kaum gay tidak
berani bertemu dengan pasangannya disembarang tempat. Sehingga mereka
memiliki tempat khusus untuk saling bertemu khususnya kaum gay yang berada di Kota Surakarta, Lokasi-lokasi
tersebut diantaranya adalah kawasan segaran
Taman Sriwedari, kawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari, Joglo
Sriwedari, depan eksbioskop Solo Theatre, Solo Grand Mall, lokasi wedangan Sraten, depan Lembaga
Permasyarakatan Solo, kawasan Terminal Tirtonadi, kawasan Gilingan, kafe
Warung Jawi, music room sejumlah
hotel, sejumlah diskotek, dan beberapa lokasi lain. Akan tetapi, keberadaan mereka di tempat-tempat umum inilah yang
membuat masyarakat sekitar di Kota Surakarta lambat laun mengetahui mereka,
apalagi mereka mempunyai sebuah komunitas di kota tersebut.
·
Selama ini yang dipahami
oleh masyarakat umum bahwa laki-laki memiliki sifat maskulin dan perempuan
adalah feminim serta mereka memiliki orientasi seksual yang berbeda.
Kemudian, kaum gay muncul sebagai
suatu fenomena yang dapat dikatakan sebagai penyimpangan gender serta sosial
yang melanggar norma asusila. Memiliki orientasi seksual yang sama,
menimbulkan berbagai penilaian negatif dari masyarakat, dan bahkan
memperlakukan mereka berbeda dari individu pada umumnya.
4.
Apa yang seharusnya terjadi
dengan apa yang terjadi tidak sesuai. Hal inilah yang menimbulkan berbagai
kontroversi di kalangan masyarakat. Layaknya munculnya fenomena keberadaan kaum gay yang ada di Kota Surakarta.
Banyak asumsi mengenai kemunculan perilaku gay yang dilihat dari sudut
pandang masyarakat dan kaum gay itu sendiri.
·
Pertama, jika dilihat
dengan sudut pandang sosiologi menggunakan konsep struktural fungsional dari
Tallcot Parsons, bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem yang menentukan
jalannya kehidupan. Jika salah satu
sub sistem tidak berjalan dengan semestinya maka jalannya kehidupan juga
tidak sesuai dengan seharusnya. Munculnya kaum gay sebagai bentuk
penyimpangan sosial menjadi bukti rusaknya bagian sistem yang ada
dimasyarakat.
·
Gay adalah sebutan yang
kepada laki-laki yang memiliki kecenderungan menyukai sesama jenis.
Terbentuknya orientasi seksual yang berbeda dari laki-laki umumnya pada kaum gay merupakan hasil dari pemahaman dan
pemaknaan terhadap diri sendiri yang ditentukan oleh lingkungan sosial melalui proses sosialisasi yang terdiri dari empat tahap seperti yang
dikemukakan oleh George Herbert Mead, yaitu :
·
Tahap meniru (Play Stage)
·
Tahap siap bertindak (Game
Stage)
·
Tahap penerimaan norma
kolektif (Generalized Other)
|
Metodologi dan MetodePenelitian
|
Metodologi penelitian :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan kaum gay di Kota Surakarta. Atas dasar
maksud tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan temuan berupa data deskriptif dari
orang atau perilaku yang diamati yang tidak bisa diporeleh dengan menggunakan
metode kuantitatif.
Metode
penelitian :
ü LokasiPenelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kota
Surakarta. Pemilihan kota tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa di Kota
Surakarta keberadaan kaum gay
masih menjadi kontroversi bagi masyarakat
sekitar, serta disisi lain karena peneliti memiliki
hubungan dengan kaum gay yang
tinggal di kota tersebut.
ü SasaranPenelitian dan Teknik Penentuannya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kebradaan kaum gay di Kota
Surakarta. Sehingga secara purposif sasaran penelitian ini adalah kaum gay di Kota Surakarta,
dengan teknik snowball.
ü
TeknikPengumpulan
Data
a.
Wawancara Mendalam (In-deph
Interview)
b.
Observasi
c.
Dokumentasi
ü Analisa Data
Metode analis data yang digunakan dalam
penelitian adalah model analisis interaktif. Model analisis ini dilakukan
dengan tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian, kesimpulan atau verifikasi.
Reduksi data dilakukan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, serta
membuang data yang tidak perlu untuk memudahkan penarikan kesimpulan. Reduksi
data dilakukan dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian
singkat dan menggolongkan ke dalam satu pola luas (Milles dan Hubermas,
1994:20).
ü Validasi Data
Dalam penelitian ini, data divalidasi dengan
jalan mewawancarai orang-orang yang dianggap dapat menjelaskan konsep diri
yang dibangun oleh seorang transgender (homoseksual). Dalam rangka untuk
melakukan validasi ini peneliti akan melakukan wawancara kepada :
1.
Masyarakat di Kota
Surakarta
2.
Masyarakat luar Kota
Surakarta
3.
Dinas setempat atau
lembaga sosial di Kota Surakarta
|
Berbagi Pengetahuan, not me at aLL, dan jangan Lupa tinggalkan komentar saudara... !
Friday, November 7, 2014
Fenomena Keberadaan Kaum “Gay” di Kota Surakarta
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment