a.
Tidak
adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.
Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai
pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari
keluarga dan kerabat dekatnya.
b.
Rendahnya
akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung
menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber
lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir.
c.
Sebagian
besar usaha ini belum memiliki status badan hukum.
d.
Hampir sepertiga
UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan,minuman, dan tembakau (ISIC31),
barang galian bukan logam (ISIC36), tekstil (ISIC32), dan industri kayu, bambu,
rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC33).
Usaha
mikro, kecil, dan menengah terdapat beberapa definisi atau pengertian yang
beragam disesuaikan pada sudut pandang dan tolak ukur yang digunakan. Berdasarkan
UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menerangkan bahwa
usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Usaha menengah
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan
kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja
lima sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20
sampai dengan 99 orang. Secara terperinci, definisi usaha mikro
kecil dan menengah dijabarkan dalam penjelasan sebagai berikut.
a.
Usaha Mikro
Usaha mikro
adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Kriteria usaha mikro adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha mikro :
1.
Jenis barang/komoditi usahanya
tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
2.
Tempat usahanya tidak selalu
menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
3.
Belum melakukan administrasi
keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga
dengan keuangan usaha;
4.
Sumber daya manusianya
(pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
5.
Tingkat pendidikan rata-rata
relatif sangat rendah;
6.
Umumnya belum akses kepada
perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7.
Umumnya tidak memiliki izin usaha
atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
b.
Usaha Kecil
Usaha kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Kriteria
usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil :
1.
Jenis barang/komoditi yang
diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
2.
Lokasi/tempat usaha umumnya sudah
menetap tidak berpindah-pindah;
3.
Pada umumnya sudah melakukan
administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai
dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
4.
Sudah memiliki izin usaha dan
persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
5.
Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki
pengalaman dalam berwirausaha;
6.
Sebagian sudah akses ke perbankan
dalam hal keperluan modal;
7.
Sebagian besar belum dapat membuat
manajemen usaha dengan baik seperti business
planning.
c.
Usaha Menengah
Usaha menengah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langusng maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Kriteria usaha menengah adalah
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah :
1.
Pada umumnya telah memiliki
manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern,
dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian
pemasaran dan bagian produksi;
2.
Telah melakukan manajemen keuangan
dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk
auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3.
Telah melakukan aturan atau
pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan
kesehatan dll;
4.
Sudah memiliki segala persyaratan
legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya
pengelolaan lingkungan dll;
5.
Sudah akses kepada sumber-sumber
pendanaan perbankan;
6.
Pada umumnya telah memiliki sumber
daya manusia yang terlatih dan terdidik.
[1] Mudrajad Kuncoro, 2007, Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara
Industri Baru 2030?, ANDI, Yogyakarta, hlm. 365.
No comments:
Post a Comment