Wednesday, November 12, 2014

KONTROVERSI STUDI BANDING DPR

Dalam artikel ini saya meneliti bagaimana studi banding yang dilakukan DPR ke luar negeri bisa menuai kontroversi. Sudah menjadi rahasia umum jika studi banding yang dilakukan oleh DPR hanya jalan-jalan berkedok studi banding. Dalam praktek kerjanya, DPR biasanya hanya mengunjungi tempat-tempat yang sudah direncanakan sejak awal dan tidak melakukan apa yang harusnya di pelajari dari studi banding ini.  Dari segi laporan saja, banyak hasil studi banding DPR  yang tidak memenuhi syarat untuk dijadikan pegangan yang bisa menjadikan kebijkan-kebijakan yang dikeluarkan oleh DPR menjadi lebih baik, contohnya hasil laporan pertanggung jawaban studi banding ke swedia hanya di tulis satu lembar saja dan itupun hanya menjelaskan secara garis besar agenda perjalanannya.  Bahkan publikasi di media-media seperti media cetak pun sangat minim,  dari  Itu jelas menggambarkan bagaimana studi banding ini hanya dijadikan ajang untuk sekedar jalan-jalan.  Akibatnya bukan hanya perjalanan studi banding ini menjadi sia-sia tetapi juga menghambur-hamburkan uang rakyat.  Hasil dari studi banding ini pun sangat tidak jelas, dilihat dari banyak kebijakan yang selama ini dikeluarkan, tidak ada satu pun hasil studi banding yang di jadikan acuan untuk melakukan kebijkan baru. Akibatnya banyak kritikan dari berbagai kalangan masyarakat atau lembaga-lembaga terkait tentang studi banding ini.  Dari masyarakat sendiri menyarankan agar program studi banding ini sebaiknya di tiadakan, sebab jika anggaran yang digunakan hanya untuk jalan-jalan aja sebaiknya digunakan untuk program lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Kata Kunci : dpr, studi banding, kontroversi, rakyat

Pendahuluan
Hampir setiap negara di dunia, terdapat lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif. Lembaga tersebut mempunyai kewenangan masing-masing dalam ketatanegaraan.   Di indonesia sendiri terdapat lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif.  Lembaga-lembaga tersebut mempunyai fungsinya masing-masing, menurut Baron de Montesquieu fungsi lembaga-lembaga itu adalah lembaga eksekutif berfungsi untuk mengurus dan menjalankan tugas pemerintahan, lembaga yudikatif berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan, sedangkan legislatif berfungsi untuk menjadi wakil rakyat dan menampung aspirasinya untuk dijalankan eksekutif.
Lembaga legislatif yaitu DPR (dewan perwakilan rakyat) merupakan lembaga tinggi di sistem  pemerintahan indonesia. Anggota DPR terdiri para anggota legislatif yang di pilih oleh rakyat melalui pemilihan umum[1]. DPR mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan.  Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh presiden  fungsi pengawasan dilakukan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.  Yang terakhir fungsi pengawasan yang dilakukan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.  Dalam melaksanakan fungsi-fungsi itu DPR mempunyai banyak program kerja yang bisa menunjang fungsi-fungsi itu, diantaranya adalah studi banding.
Studi banding adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggali ilmu di tempat lain yang merupakan kegiatan yang biasa dilakukan untuk meningkatkan kualitas, perbaikan sistem, penentuan kebijakan baru, perbaikan peraturan dan lain-lain. [2]
  Kegiatan studi banding dilakukan oleh suatu kelompok atau organisasi yang berkepentingan untuk mengunjungi atau menemui sesuatu yang sudah direncanakan dan biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.  Inti dari studi banding ini adalah untuk membandingkan kondisi di suatu wilayah atau daerah lain dengan kondisi yang ada di wilayah sendiri. Adapun manfaat lain dari studi banding itu adalah untuk menambah wawasan kita ke tempat lain, untuk menambah pengalaman baru, membandingkan tepat kita dengan tempat lain, serta menambah cakrawala berfikir kita.

PERMASALAHAN STUDI BANDING SERTA BERBAGAI KUMPULAN ARTIKEL TENTANG KONTROVERSI STUDI BANDING
Selama ini, studi banding dilakukan oleh hampir semua anggota pansus suatu rancangan undang-undang, mirip rombongan sirkus. Negara-negara yang dituju pun biasanya yang memang indah untuk dinikmati atau kawasan wisata, misalnya negara-negara Eropa. Ke depan, hal seperti itu harus dikoreksi total. Dengan internet, kita bisa mencari data awal tentang negara-negara yang relevan untuk dikomparasi. Bila data awal diperoleh, informasi lanjut bisa diperoleh dengan menghubungi kedutaan besar negara yang bersangkutan di Jakarta. Kontak juga bisa dilakukan dengan kedutaan besar Indonesia di negara yang bersangkutan.
Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, nampaknya studi banding masih dianggap “mewah”. Hal ini dikarenakan biaya cukup besar yang harus dikeluarkan termasuk untuk ongkos perjalanan. Apalagi bila obyek/lokasi yang dituju berada di luar negeri. Studi banding ke luar negeri yang dilakukan DPR RI beberapa tahun belakangan ini sering menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat. Peserta studi banding DPR ke luar negeri terdiri dari anggota Komisi terkait atau gabungan. Wajar kiranya bila hal tersebut menjadi isu nasional, berhubung biaya untuk keperluan itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias uang rakyat. Di sisi lain, negeri kita masih memerlukan dana besar untuk pembangunan prasarana serta berbagai langkah kebijakan untuk menyejahterakan rakyat. Sedangkan posisi keuangan negara saat ini sedang sulit dan kondisi ekonomi rakyat juga makin melemah. Kritik yang dilontarkan masyarakat juga cukup tajam, yaitu bahwa DPR dinilai tidak memiliki sense of crisis.
DPR memiliki alasan yang cukup relevan tentang pelaksanaan studi banding ini, mereka harus mengaktualisasikan misi serta tugas dan kewajiban yang diemban sebagai legislator alias pembuat undang-undang (UU). Sebagai perangkat demokrasi pada negara yang relatif masih muda, DPR memang perlu belajar banyak dari negara lain yang sudah mapan. Namun apabila studi banding dilakukan hanya sekadar untuk pengumpulan informasi, sungguh sangat disayangkan. Karena di era globalisasi ini mudah diperoleh informasi melalui jaringan IT (Information Technology). Sedangkan bagi setiap anggota DPR telah diberikan insentif yang cukup untuk keperluan tersebut. Pada dasarnya yang diperlukan DPR adalah informasi dari tangan pertama, termasuk serangkaian diskusi intensif dengan pihak obyek studi.
Pro-kontra muncul menyikapi program studi banding anggota DPR. Di satu sisi, studi banding merupakan kesempatan bagi anggota DPR untuk belajar dan menambah pengetahuan. Di sisi lain, masyarakat menolak studi banding anggota DPR ke luar negeri kecuali untuk hal-hal yang mendesak dan sangat penting.
Dalam pelaksanaan studi banding ini, DPR telah menentukan tempat tujuan yang akan dikunjungi.  Selama beberapa tahun terkahir ini saja, sudah ada beberapa negara yang telah dikunjungi diantaranya Yunani, Brasil, Jepang, Korea selatan, Afrika selatan, Denmark dan negara yang paling baru dikunjungi adalah Jerman.
            Dalam beberapa tahun terakhir ini, DPR sudah melakukan beberapa kali perjalanan studi diantaranya  studi banding tentang kode etik anggota dewan yang dilakukan ke Yunani pada bulan oktober 2010.
Studi banding tentang peternakan dan kesehatan hewan di Prancis.  Komisi IV DPR ingin melakukan penggodokan revisi Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Studi banding tentang kode etik anggota dewan yang dilakukan ke Yunani pada bulan oktober 2010[3].  Menurut wakil ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir studi banding ini wajib dilakukan oleh anggota dewan yang bertujuan untuk mengetahui etika perilaku anggota dewan dan tata beracara badan kehormatan di negara tersebut.  Dia juga berpendapat pengalaman melihat praktik BK di luar negeri akan memberikan wawasan dan membuat anggota Dewan tak menjadi katak dalam tempurung.  Selain Nudirman Munir, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan kunjungan sejumlah anggota Badan Kehormatan ke Yunani terkait tugas badan itu menyempurnakan tata tertib dan kode etik anggota dewanMenurut Marzuki pertimbangan tersebut antara lain rencana kerja yang diusulkan, urgensi, serta keterkaitan negara tujuan dengan materi RUU yang dibahas. Saat ini, dasar hukum kunjungan ke luar negeri diatur dalam peraturan tata tertib DPR pasal 143 ayat (3) (4) dan (5).  DPR berharap studi banding ini akan menghasilkan revisi atas aturan-aturan BKDPR RI.  Meski banyak menuai kecaman di dalam negeri tentang niatan BK tersebut, badan itu tetap berkunjung ke Yunani.  Banyak yang beranggapan studi ini hanya sebagai ajang jalan-jalan atau pelesiran karena dinilai kurang begitu bermanfaat, khususnya bagi rakyat.  Laporan dari hasil studi banding ini pun sampai saat ini belum pernah dipublikasikan.
Studi banding tentang persiapan rancangan undang-undang keantariksaan di Amerika serikat yang dilaksanakan pada 7 desember 2012. Anggota Komisi VII Alimin Abdullah mengatakan, selama di AS, para wakil rakyat ini berkunjung ke National Aeronautics and Space Administration (NASA), NASA Ames Research Center, NASA Ames Intelligent System Division, Boeing Satelite Systems International, Jet Propulsion Laboratory, Geospatial Innovation Facility, dan Aerospaces and Marine International.
Rombongan pun bertemu dengan anggota parlemen AS dan pihak Kedutaan Besar Indonesia di sana. Dari pertemuan-pertemuan itu, Alimin mengaku menyadari bahwa Indonesia sudah tertinggal jauh dalam hal sistem dan teknologi. Hal ini yang harus dikejar di Indonesia, termasuk soal kebijakan anggaran.
Alimin mencontohkan anggaran NASA per tahunnya hanya Rp 17,7 triliun, tetapi sudah bisa memiliki program terbang ke bulan. Sementara itu, Indonesia yang memiliki anggaran ratusan triliun hanya menggelontorkan sekitar Rp 500 miliar untuk Lembaga Antariksa dan Penerbangan. "Lalu soal subsidi, di sana program keantariksaan disubsidi 60 persen dari negara, sementara 40 persen dari swasta karena banyak pihak swasta yang memanfaatkan hasil risetnya," kata Alimin.
Di sektor tenaga kerja, Alimin menyatakan, ada beberapa tenaga kerja Indonesia yang bekerja di NASA. Dengan demikian, Alimin melihat sebenarnya Indonesia juga bisa sama majunya, apalagi Indonesia sudah memiliki satelit sendiri. "Banyak yang harus diperbaiki. Kalau selamanya kita ada di dalam wilayah sendiri, kita tidak akan tahu betapa tertinggalnya kita dari negara lain," ucapnya.
Studi banding tentang RUU pedesaan di Brasil yang dilaksanakan pada juli 2012.  Studi banding ini beranggotakan 13 anggota dewan yang bertujuan untuk menata kembali desa dan memajukan desa agar dapat berdiri sendiri dalam era otonomi daerah.  Hasil yang diharpkan yaitu tidak ada penyeragaman desa sehingga deesa bisa menentukan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri.  Sejulah pakar menilai studi yang dilakukan terlalu mengada-ngada karena Brasil bukan contoh yang pas karena masih belum tuntas dalam mengatasi masalah pedesaan di negara tersebut. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), studi banding ini memakan anggaran hingga Rp 1.6 miliar.
Studi banding kontroversi yang ketiga yaitu studi banding tentang RUU kepramukaan di Jepang, Korea selatan dan Afrika selatan yang dilaksanakan pada oktober 2010.  Panja pramuka yang terdiri dari tiga rombongan, masing-masing berangkat ke Jepang, Korea Selatan dan Afrika Selatan.  Afrika Selatan dipilih karena kurang bagus dalam mengelola pramuka sedangkan dua negara lain bisa menerapkan prinsip pramuka dengan benar.  Kondisi inilah yang menyebabkan anggota DPR tetap ke Afrika selatan untuk mengetahui faktor penyebab kegagalan di Afrika selatan.  Publik menilai keputusan DPR yang tetap ke Afrika selatan hanya memboroskan anggaran negara.
Studi banding tentang RUU lambang PMI di Turki dan Denmark yang dilaksanakan pada oktober 2012.  Sebanyak 20 orang anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan studi banding pemilihan lambang Palang Merah Indonesia (PMI). Saat itu, DPR masih memilih antara lambang Bulan Sabit Merah dan Palang Merah atau Red Cross. Turki dan Denmark diyakini menjadi negara asal muasal badan kemanusiaan tersebut. Turki dinilai menjadi negara asal simbol Bulan Sabit Merah sedangkan Denmark menjadi asal simbol Palang Merah. Kunjungan ini menuai protes karena dianggap sia-sia setelah lambang PMI ternyata tetap seperti semula. Menurut data Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA), Rp1,2 miliar habis untuk membiayai studi banding ini.
Studi banding tentang RUU keinsinyuran yang dilaksanakan di Jerman pada bulan november 2012. Inilah stud banding paling kontroversial di tahun 2012.  Sebab studi banding ini tidak hanya menghabiskan anggaran yang cukup besar tetapi juga dianggap salah alamat.  Rombongan badan legislasi DPR yang berjumlah 11 orang berangkat Jerman guna mengkaji tentang standarisasi profesi keinsinyuran.  Jerman dianggap menjadi negara tujuan studi banding yang tepat karena sudah memiliki UU keinsinyuran.  Menurut DPR, studi banding ini perlu untuk melakukan standarisasi tentang insinyur sehingga insinyur nasional bisa bersaing di dunia internasional.
 Menurut persatuan pelajar indonesia (PPI) yang ada di Jerman, kunjungan ini dianggap kontroversial karena salah alamat.  Kunjungan DPR ke Deutsches Institues fur Normung (DIN) kurang pas karena bukan institusi tersebut kurang kompeten dalam hal keinsinyuran.  DIN sendiri adalah lembaga yang menangani sertifikasi dan proses produksi sehinga pertanyaan yang diajukan DPR pun kurang tepat diajukan kepada DIN.  DPR sendiri tetap membela kunjugan tersebut dengan mengatakan kunjungan tersebut tetaplah bagian penting dari keseluruhan studi banding.  Data dari FITRA menunjukan studi banding kali ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,056 miliar.
Marzuki Alie pun berang. Dia balas mengkritik PPI Jerman, dengan menyebutkan PPI telah menguntit anggota dewan selama di Jerman, dan memperlakukan peserta kunjungan kerja seperti maling.
Penolakan PPI Jerman ini pun tersiar luas melalui jejaring sosial YouTube. Gelombang penolakan semakin besar diikuti dengan penolakan PPI Amerika dan Uni Eropa. Tak hanya terjadi kali ini, beberapa waktu lalu, saat sejumlah anggota Komisi Agama berkunjung ke Australia, pelajar di sana juga mencemooh pelesiran anggota Dewan. Saat itu tak satu pun perwakilan rakyat ini yang fasih menyebutkan alamat e-mail resmi mereka. Padahal kunjungan ini telah menghabiskan anggaran negara hingga ratusan miliar rupiah.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, mencatat, untuk tahun 2012, alokasi anggaran pelesiran DPR pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2012 mencapai Rp 140 miliar. Angka ini naik dibanding tahun 2011 yang hanya menyedot anggaran Rp 137 miliar.
Dalam catatan Fitra, alokasi anggaran pelesiran DPR pada 2012 ini sudah termasuk asuransi perjalanan kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 861 juta dan biaya visa kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 1,4 miliar. Sedangkan alokasi anggaran pelesiran DPR 2011 terdiri dari asuransi perjalanan kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 674 juta dan biaya visa kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 1,6 miliar.
Naiknya alokasi anggaran pelesiran anggota Dewan untuk tahun 2012 ini, kata Uchok, disebabkan setiap pembentukan dan pembahasan rancangan undang-undang untuk setiap komisi rata-rata dipatok sebesar Rp 3,2 miliar. Padahal, untuk tahun 2011, hanya sebesar Rp 1,7 miliar per komisi atau untuk satu alat perlengkapan. Dengan begitu, alokasi anggaran total untuk pembentukan atau pembahasan RUU untuk 2012 menjadi Rp 39,2 miliar, sedangkan pada 2011 hanya sebesar Rp 22,3 miliar.
Untuk mempermudah mengetahui jumlah anggaran studi banding bisa dilihat tabel di bawah
No
Komisi
Tujuan
Perkiraan anggaran
1
Komisi IV DPR
Prancis
Rp 1.091.610.000
2
Komisi IV DPR
China
Rp 632.403,000
3
Komisi VII DPR
Brasil
Rp 1.919.682.000
4
Komisi VII DPR
Amerika Serikat
Rp 975.726.000
5
Baleg DPR
Jerman
Rp 2.350.000.000
   sumber : http://www.hebohnyadunia.com/2012/12/5-pelesiran-akhir-tahun-para-wakil.html

Dalam penulisan hasil laporan studi banding ini pun tidak jelas.  Sedikitnya publikasi yang dilakukan oleh DPR membuat masyarakat sulit mengetahui secara rinci anggaran yang di gunakan. Di media-media juga sangat jarang di publikasikan hasil studi banding DPR.
Bahkan di beberapa media ada yang menyebutkan bahwa laporan hasil studi banding hanya lah copyan data yang di unduh dari internet. Sangat disayangkan kalau apa yang diberitakan media ini benar adanya. Sama halnya dengan kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Australia, imformasi yang didapat juga hanya melalui brosur, seperti yang diberitakan Kompas.com. Padahal biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan ini bukanlah kecil.
Sementara itu laporan studi banding BURT DPR (Maroko, Jerman, dan Perancis), Panja RUU Kepramukaan (Korea Selatan, Jepang dan Afrika Selatan) atau BK DPR ke Yunani. Hingga kini laporan belum dipublikasikan secara resmi melalui situs www.dpr.go.id untuk memenuhi prinsip akuntabilitas dan transparansi terhadap masyarakat.

PENDAPAT MAHASISWA DAN MASYARAKAT SERTA TENTANG STUDI BANDING
            Dengan minimnya transparansi anggaran studi banding membuat banyak desakan dari berbagai pihak untuk membuka hasil studi banding ini.  Menurut pandangan saya sebagai penulis sekaligus mahasiswa, kegiatan studi banding memang perlu dilakukan untuk peningkatan kualitas kebijakan atau pun peraturan.  Akan tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan transparansi anggaran serta laporan hasil terkait studi banding ini. Jika hanya di jadikan alasan untuk melakukan pelesiran ke luar negeri seperti yang sering di beritakan, maka lebih baik di tiadakan saja.  Lebih baik anggaran untuk studi banding ini  dipakai untuk membantu kebijakan atau program kerja lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
 Banyak kritik yang berdatangan dari lembaga-lembaga yang ada di Indonesia tentang studi banding DPR salah satunya adalah indonesia corruption watch (ICW). Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan mengatakan, 23 November 2012 lalu, ICW mengajukan permintaan informasi hasil studi banding ke Sekjen DPR. Namun lebih dari satu bulan, tidak ada jawaban. Padahal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, seharusnya 14 hari sejak adanya permintaan dari masyarakat badan publik membuka informasi yang diminta.

“Jika Sekjen DPR dan pejabat berwenang tidak menanggapi surat keberatan ini dalam waktu 30 hari kerja, kami akan mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Publik,” kata dia sembari menunjukkan Pasal 37 Undang-Undang KIP yang menjadi landasan langkah ICW tersebut.

Menurut Abdullah, ICW meminta agar DPR melalui Sekjen membuka informasi kepada publik berkaitan dengan studi banding yang dilakukan ke Jerman dan Prancis. Beberapa waktu lalu, BURT melakukan studi banding ke dua negara itu dengan tujuan untuk mempelajari pembentukan badan fungsional pengelolaan anggaran dan rumah aspirasi.  Selain itu ICW juga meminta hasil studi banding Komisi X DPR ke Jepang dan Afrika Selatan dalam rangka pembuatan Undang-Undang tentang Pramuka juga dibuka ke publik. Abdullah menambahkan, studi banding Komisi III ke Inggris yang dikatakan berkaitan dengan pembuatan undang-undang tentang keimigrasian serta studi banding Bandan Kehormatan ke Yunani, juga diminta untuk dibuka.
“Semua studi banding yang kami minta agar hasilnya dibuka ke publik itu berlangsung antara bulan Juli sampai Oktober 2010. Kami minta hasil studi banding dan laporan akuntabilitas keuangan karena secara kelembagaan DPR tidak pernah menyampaikannya secara formal,” tegas Abdullah.
Abdullah mengatakan permintaan agar hasil studi banding tersebut dibuka merupakan bagian dari upaya masyarakat sipil untuk mendorong agar parlemen memiliki akuntabilitas politik. Hal itu sesuai dengan UU MD3 yang mengatur kewajiban agar menyampaikan kinerja tahunan melalui fraksi-fraksi yang ada. “Tetapi tidak pernah dilakukan,” ujarnya.
Menurut Abdullah, jumpa pers yang dilakukan anggota DPR terkait penyampaian hasil kunjungan kerja, tidaklah cukup. Sebab, DPR secara kelembagaan harus tetap menyampaikan laporannya secara resmi. Alasannya, kepergian anggota DPR ke luar negeri dalam rangka studi banding bukan atas nama pribadi. “Tetapi atas nama kelembagaan DPR," kata Abdullah.
Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan selama ini tidak ada korelasi signifikan antara kunjungan ke luar negeri dan kinerja anggota DPR. “Lihat saja ketika grafik studi banding meningkat, UU yang digugat pun semakin meningkat. Artinya kualitas menurun,” ujarnya. Menurut dia, argumen bahwa studi banding DPR ke luar negeri akan meningkatkan mutu UU adalah mengada-ada. “Itu hanya untuk mendapatkan jatah jalan-jalan ke luar negeri dua kali setahun.” Sebastian lalu mencontohkan studi banding anggota Komisi X ke Afrika Selatan terkait dengan RUU Kepramukaan, sementara pramuka di negara tersebut ndak lebih baik dari Indonesia.
Ketua DPR Marzuki Alie meminta masyarakat memberikan penilaian positif terhadap studi banding yang dilakukan puluhan anggota DPR ke lima negara di Asia, Eropa, dan Afrika. “Saya minta masyarakat bisa melihat studi banding anggota DPR ke luar negeri merupakan bagian dari pelaksanaan tugas kenegaraan, bukan dari sisi biayanya,” katanya, kemarin. Marzuki menjelaskan studi banding yang dilakukan anggota DPR ke luar negeri untuk menambah referensi dan acuan dalam penyusunan rancangan undang-undang agar hasilnya lebih optimal. “Biaya kunjungan anggota DPR ke luar negeri tidak semaunya sendiri, tapi ada aturannya yakni Keputusan Menteri Keuangan.” katanya. Menurut dia, biaya yang diberikan kepada anggota DPR yang berkunjung ke luar negeri yakni uang transportasi dan akomodasi. “Biaya itu bisa terpakai seluruhnya, tapi bisa juga tidak.”
Pimpinan DPR saat ini, kata dia, sudah membatasi kunjungan anggota DPR ke luar negeri maksimal dua kali dalam setahun. Marzuki menegaskan studi banding yang dilakukan anggota DPR ke luar negeri bukan kegiatan jalan-jalan yang memboroskan uang negara, tapi melaksanakan tugas negara yakni mencari masukan sebagai referensi untuk menyusun RUU yang akan dibahas di DPR. “Kunjungan anggota DPR ke luar negeri untuk mencari referensi sebanyak-banyaknya sehingga ketika menyusun RUU sudah memiliki referensi cukup,” katanya. Menurut dia, dengan memiliki referensi yang cukup maka pembahasan RUU bisa lebih cepat dan optimal.

KESIMPULAN
Studi banding pada hakikatnya memang perlu dilaksanakan.  Tetapi dalam pelaksanaannya harus mempunyai tujuan serta anggaran yang jelas agar benar-benar efektiv pelaksanaannya, jika tidak seperti itu maka hasilnya sudah pasti akan seperti studi banding yang sudah-sudah.  yang membuat studi banding menjadi kontroversi adalah banyaknya kejanggalan-kejanggalan selama pelaksanaannya, mulai dari anggaran, tujuan dan yang paling parah buat apa membawa sanak keluarga hanya untuk melakukan studi banding.
            Pemerintah sendiri seharusnya membuat UU tentang studi banding untuk mengikat studi banding ini.  Maksudnya bila mana ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam studi banding ini misalkan seperti anggaran yang di lebih-lebihkan,tujuan yang tidak jelas dan lain-lainnya maka akan ada sanksi yang jelas untuk menindak penyelewengan yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA
“daftar 5 studi banding kontroversial DPR RI,” suararepublika.co.id. Diakses tanggal  9 januari,  2012. http://suarapublik.co.id/web/2012/12/12/daftar-5-studi-banding-kontroversial-dpr/
“akuntabilitas studi banding DPR sangat minim,”  hukumonline.com.  diakses tanggal 9 januari, 2012. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50ce6e8d42456/akuntabilitas-studi-banding-dpr-sangat-minim
 “alasan DPR memilih studi banding ke Brasil dan AS.”  Nasional.kompas.com.  diakses tanggal 8 januari, 2012. http://nasional.kompas.com/read/2012/12/19/01290583/Alasan.DPR.Memilih.Studi.Banding.ke.Brasil.dan.AS
Sufa I, Guslina .  “rincian anggaran kunjungan “pelesiran” dinas DPR,” id.beritayahoo.com. diakses tanggal 8 januari, 2012. http://id.berita.yahoo.com/rincian-anggaran-kunjungan-pelesiran-dinas-dpr-024049906.html
Djumina Erlangga. “DPR ke Yunani belajar etika.” Nasional.kompas.com. diakses tanggal 8 januari, 2012. http://nasional.kompas.com/read/2010/10/19/11325682/DPR.ke.Yunani.Belajar.Etika
Sihite Ezra. “ DPR didesak buka hasil studi banding.”  Beritasatu.com. diakses tanggal 9 januari,2012. http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/8797-dpr-didesak-buka-hasil-studi-banding.html
Taunuzi Iwan. “Laporan studi banding DPR ke Swedia Cuma selembar.” M.tribunnews.com.  diakses tanggal 8 januari 2012. http://m.tribunnews.com/2011/05/08/laporan-studi-banding-dpr-dari-swedia-cuma-selembar
Susila S, Bakti. “ketua DPR : ke Yunani sempurnakan tata tertib.” Politik.news.viva.co.id.  diakses tanggal 8 januari, 2012. http://politik.news.viva.co.id/news/read/185105-ketua-dpr--ke-yunani-sempurnakan-tata-tertib
“hampir Rp 3 milyar ongkos studi banding anggota DPR ke luar negeri.” Radioaustralia.net.au.  diakses tanggal 7 januari, 2012.  http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/hampir-rp-3-milyar-ongkos-studi-banding-anggota-dpr-ke-luar-negeri/1006272
Rahayu nina. “ ke Prancis dan China DPR “telan” biaya 1.72 M?.” politik.news.viva.co.id. diakses tanggal 7 januari, 2012.   http://politik.news.viva.co.id/news/read/374220-ke-prancis-dan-china-dpr--telan--biaya-rp1-72-m-



[1] “dewan perwakilan rakyat.” 8 januari, 2012.  http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat.
[2] “Studi Banding Butuh Tanding.” 9 januari 2012. http://hukum.kompasiana.com/2011/12/03/studi-banding-butuh-tanding/
[3]Angga “daftar 5 studi banding kontroversial DPR.”  9 januari, 2012. http://suarapublik.co.id/web/2012/12/12/daftar-5-studi-banding-kontroversial-dpr/

No comments:

Post a Comment