Dalam
artikel ini saya meneliti bagaimana studi banding yang dilakukan DPR ke luar
negeri bisa menuai kontroversi. Sudah menjadi rahasia umum jika studi banding
yang dilakukan oleh DPR hanya jalan-jalan berkedok studi banding. Dalam praktek
kerjanya, DPR biasanya hanya mengunjungi tempat-tempat yang sudah direncanakan
sejak awal dan tidak melakukan apa yang harusnya di pelajari dari studi banding
ini. Dari segi laporan saja, banyak
hasil studi banding DPR yang tidak
memenuhi syarat untuk dijadikan pegangan yang bisa menjadikan
kebijkan-kebijakan yang dikeluarkan oleh DPR menjadi lebih baik, contohnya
hasil laporan pertanggung jawaban studi banding ke swedia hanya di tulis satu
lembar saja dan itupun hanya menjelaskan secara garis besar agenda perjalanannya. Bahkan publikasi di media-media seperti media
cetak pun sangat minim, dari Itu jelas menggambarkan bagaimana studi
banding ini hanya dijadikan ajang untuk sekedar jalan-jalan. Akibatnya bukan hanya perjalanan studi
banding ini menjadi sia-sia tetapi juga menghambur-hamburkan uang rakyat. Hasil dari studi banding ini pun sangat tidak
jelas, dilihat dari banyak kebijakan yang selama ini dikeluarkan, tidak ada
satu pun hasil studi banding yang di jadikan acuan untuk melakukan kebijkan
baru. Akibatnya banyak kritikan dari berbagai kalangan masyarakat atau
lembaga-lembaga terkait tentang studi banding ini. Dari masyarakat sendiri menyarankan agar
program studi banding ini sebaiknya di tiadakan, sebab jika anggaran yang
digunakan hanya untuk jalan-jalan aja sebaiknya digunakan untuk program lain
yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Kata Kunci : dpr, studi banding, kontroversi, rakyat
Pendahuluan
Hampir
setiap negara di dunia, terdapat lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif.
Lembaga tersebut mempunyai kewenangan masing-masing dalam ketatanegaraan. Di indonesia sendiri terdapat lembaga
eksekutif, yudikatif, legislatif.
Lembaga-lembaga tersebut mempunyai fungsinya masing-masing, menurut
Baron de Montesquieu fungsi lembaga-lembaga itu adalah lembaga eksekutif
berfungsi untuk mengurus dan menjalankan tugas pemerintahan, lembaga yudikatif
berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan, sedangkan legislatif berfungsi
untuk menjadi wakil rakyat dan menampung aspirasinya untuk dijalankan
eksekutif.
Lembaga legislatif yaitu DPR (dewan perwakilan rakyat)
merupakan lembaga tinggi di sistem
pemerintahan indonesia .
Anggota DPR terdiri para anggota legislatif yang di pilih oleh rakyat melalui
pemilihan umum[1]. DPR mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan
pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR
selaku pemegang kekuasaan. Fungsi
anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang
diajukan oleh presiden fungsi pengawasan
dilakukan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Yang terakhir fungsi pengawasan yang
dilakukan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi itu DPR
mempunyai banyak program kerja yang bisa menunjang fungsi-fungsi itu,
diantaranya adalah studi banding.
Studi banding
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menggali ilmu di tempat lain yang
merupakan kegiatan yang biasa dilakukan untuk meningkatkan kualitas, perbaikan
sistem, penentuan kebijakan baru, perbaikan peraturan dan lain-lain. [2]
Kegiatan studi banding dilakukan oleh suatu
kelompok atau organisasi yang berkepentingan untuk mengunjungi atau menemui
sesuatu yang sudah direncanakan dan biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat. Inti dari studi banding ini
adalah untuk membandingkan kondisi di suatu wilayah atau daerah lain dengan
kondisi yang ada di wilayah sendiri. Adapun manfaat lain dari studi banding itu
adalah untuk menambah wawasan kita ke tempat lain, untuk menambah pengalaman
baru, membandingkan tepat kita dengan tempat lain, serta menambah cakrawala
berfikir kita.
PERMASALAHAN
STUDI BANDING SERTA BERBAGAI KUMPULAN ARTIKEL TENTANG KONTROVERSI STUDI BANDING
Selama ini,
studi banding dilakukan oleh hampir semua anggota pansus suatu rancangan
undang-undang, mirip rombongan sirkus. Negara-negara yang dituju pun biasanya
yang memang indah untuk dinikmati atau kawasan wisata, misalnya negara-negara
Eropa. Ke depan, hal seperti itu harus dikoreksi total. Dengan internet, kita
bisa mencari data awal tentang negara-negara yang relevan untuk dikomparasi.
Bila data awal diperoleh, informasi lanjut bisa diperoleh dengan menghubungi
kedutaan besar negara yang bersangkutan di Jakarta. Kontak juga bisa dilakukan
dengan kedutaan besar Indonesia di negara yang bersangkutan.
Bagi negara
berkembang termasuk Indonesia, nampaknya studi banding masih dianggap “mewah”.
Hal ini dikarenakan biaya cukup besar yang harus dikeluarkan termasuk untuk
ongkos perjalanan. Apalagi bila obyek/lokasi yang dituju berada di luar negeri.
Studi banding ke luar negeri yang dilakukan DPR RI beberapa tahun belakangan
ini sering menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat. Peserta studi banding DPR
ke luar negeri terdiri dari anggota Komisi terkait atau gabungan. Wajar kiranya
bila hal tersebut menjadi isu nasional, berhubung biaya untuk keperluan itu
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) alias uang rakyat.
Di sisi lain, negeri kita masih memerlukan dana besar untuk pembangunan
prasarana serta berbagai langkah kebijakan untuk menyejahterakan rakyat.
Sedangkan posisi keuangan negara saat ini sedang sulit dan kondisi ekonomi
rakyat juga makin melemah. Kritik yang dilontarkan masyarakat juga cukup tajam,
yaitu bahwa DPR dinilai tidak memiliki sense of crisis.
DPR
memiliki alasan yang cukup relevan tentang pelaksanaan studi banding ini,
mereka harus mengaktualisasikan misi serta tugas dan kewajiban yang diemban
sebagai legislator alias pembuat undang-undang (UU). Sebagai perangkat
demokrasi pada negara yang relatif masih muda, DPR memang perlu belajar banyak
dari negara lain yang sudah mapan. Namun apabila studi banding dilakukan hanya
sekadar untuk pengumpulan informasi, sungguh sangat disayangkan. Karena di era
globalisasi ini mudah diperoleh informasi melalui jaringan IT (Information
Technology). Sedangkan bagi setiap anggota DPR telah diberikan insentif yang
cukup untuk keperluan tersebut. Pada dasarnya yang diperlukan DPR adalah
informasi dari tangan pertama, termasuk serangkaian diskusi intensif dengan
pihak obyek studi.
Pro-kontra
muncul menyikapi program studi banding anggota DPR. Di satu sisi, studi banding
merupakan kesempatan bagi anggota DPR untuk belajar dan menambah pengetahuan.
Di sisi lain, masyarakat menolak studi banding anggota DPR ke luar negeri
kecuali untuk hal-hal yang mendesak dan sangat penting.
Dalam pelaksanaan studi banding ini, DPR telah menentukan tempat tujuan
yang akan dikunjungi. Selama beberapa
tahun terkahir ini saja, sudah ada beberapa negara yang telah dikunjungi
diantaranya Yunani, Brasil, Jepang, Korea selatan, Afrika selatan, Denmark dan
negara yang paling baru dikunjungi adalah Jerman.
Dalam beberapa tahun terakhir ini,
DPR sudah melakukan beberapa kali perjalanan studi diantaranya studi banding tentang kode etik anggota dewan
yang dilakukan ke Yunani pada bulan oktober 2010.
Studi banding tentang peternakan dan kesehatan hewan di
Prancis. Komisi
IV DPR ingin melakukan penggodokan revisi Undang-undang nomor 18
tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Studi banding tentang kode etik anggota dewan yang dilakukan ke Yunani pada
bulan oktober 2010[3]. Menurut wakil ketua Badan
Kehormatan DPR Nudirman Munir studi banding ini wajib dilakukan oleh anggota
dewan yang bertujuan untuk mengetahui etika perilaku anggota dewan dan tata beracara
badan kehormatan di negara tersebut. Dia
juga berpendapat pengalaman
melihat praktik BK di luar negeri akan memberikan wawasan dan membuat anggota
Dewan tak menjadi katak dalam tempurung. Selain Nudirman Munir, Ketua DPR Marzuki Alie
mengatakan kunjungan sejumlah anggota Badan Kehormatan ke Yunani terkait tugas
badan itu menyempurnakan tata tertib dan kode etik anggota dewan. Menurut Marzuki pertimbangan tersebut antara
lain rencana kerja yang diusulkan, urgensi, serta keterkaitan negara tujuan
dengan materi RUU yang dibahas. Saat ini, dasar hukum kunjungan ke luar negeri
diatur dalam peraturan tata tertib DPR pasal 143 ayat (3) (4) dan (5). DPR berharap studi banding ini akan
menghasilkan revisi atas aturan-aturan BKDPR RI. Meski banyak menuai kecaman di dalam negeri
tentang niatan BK tersebut, badan itu tetap berkunjung ke Yunani. Banyak yang beranggapan studi ini hanya sebagai
ajang jalan-jalan atau pelesiran karena dinilai kurang begitu bermanfaat,
khususnya bagi rakyat. Laporan dari
hasil studi banding ini pun sampai saat ini belum pernah dipublikasikan.
Studi
banding tentang persiapan rancangan undang-undang keantariksaan di Amerika
serikat yang dilaksanakan pada 7 desember 2012. Anggota Komisi VII
Alimin Abdullah mengatakan, selama di AS, para wakil rakyat ini berkunjung ke
National Aeronautics and Space Administration (NASA), NASA Ames Research
Center, NASA Ames Intelligent System Division, Boeing Satelite Systems
International, Jet Propulsion Laboratory, Geospatial Innovation Facility, dan
Aerospaces and Marine International.
Rombongan pun
bertemu dengan anggota parlemen AS dan pihak Kedutaan Besar Indonesia di sana.
Dari pertemuan-pertemuan itu, Alimin mengaku menyadari bahwa Indonesia sudah
tertinggal jauh dalam hal sistem dan teknologi. Hal ini yang harus dikejar di
Indonesia, termasuk soal kebijakan anggaran.
Alimin
mencontohkan anggaran NASA per tahunnya hanya Rp 17,7 triliun, tetapi sudah
bisa memiliki program terbang ke bulan. Sementara itu, Indonesia yang memiliki
anggaran ratusan triliun hanya menggelontorkan sekitar Rp 500 miliar untuk
Lembaga Antariksa dan Penerbangan. "Lalu soal subsidi, di sana program
keantariksaan disubsidi 60 persen dari negara, sementara 40 persen dari swasta
karena banyak pihak swasta yang memanfaatkan hasil risetnya," kata Alimin.
Di sektor tenaga
kerja, Alimin menyatakan, ada beberapa tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
NASA. Dengan demikian, Alimin melihat sebenarnya Indonesia juga bisa sama
majunya, apalagi Indonesia sudah memiliki satelit sendiri. "Banyak yang
harus diperbaiki. Kalau selamanya kita ada di dalam wilayah sendiri, kita tidak
akan tahu betapa tertinggalnya kita dari negara lain," ucapnya.
Studi
banding tentang RUU pedesaan di Brasil yang dilaksanakan pada juli 2012. Studi banding ini beranggotakan 13 anggota
dewan yang bertujuan untuk menata kembali desa dan memajukan desa agar dapat
berdiri sendiri dalam era otonomi daerah.
Hasil yang diharpkan yaitu tidak ada penyeragaman desa sehingga deesa
bisa menentukan kebutuhan dan keinginan mereka sendiri. Sejulah pakar menilai studi yang dilakukan
terlalu mengada-ngada karena Brasil bukan contoh yang pas karena masih belum tuntas
dalam mengatasi masalah pedesaan di negara tersebut. Menurut Indonesia
Corruption Watch (ICW), studi banding ini memakan anggaran hingga Rp 1.6
miliar.
Studi
banding kontroversi yang ketiga yaitu studi banding tentang RUU kepramukaan di
Jepang, Korea selatan dan Afrika selatan yang dilaksanakan pada oktober
2010. Panja pramuka yang terdiri dari
tiga rombongan, masing-masing berangkat ke Jepang, Korea Selatan dan Afrika
Selatan. Afrika Selatan dipilih karena
kurang bagus dalam mengelola pramuka sedangkan dua negara lain bisa menerapkan
prinsip pramuka dengan benar. Kondisi
inilah yang menyebabkan anggota DPR tetap ke Afrika selatan untuk mengetahui
faktor penyebab kegagalan di Afrika selatan.
Publik menilai keputusan DPR yang tetap ke Afrika selatan hanya
memboroskan anggaran negara.
Studi
banding tentang RUU lambang PMI di Turki dan Denmark yang dilaksanakan pada
oktober 2012. Sebanyak 20 orang
anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI melakukan studi banding pemilihan
lambang Palang Merah Indonesia (PMI). Saat itu, DPR masih memilih
antara lambang Bulan Sabit Merah dan Palang Merah atau Red Cross.
Turki dan Denmark diyakini menjadi negara asal muasal badan kemanusiaan
tersebut. Turki dinilai menjadi negara asal simbol Bulan Sabit Merah sedangkan
Denmark menjadi asal simbol Palang Merah. Kunjungan ini menuai protes karena
dianggap sia-sia setelah lambang PMI ternyata tetap seperti semula. Menurut
data Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA), Rp1,2 miliar habis
untuk membiayai studi banding ini.
Studi
banding tentang RUU keinsinyuran yang dilaksanakan di Jerman pada bulan
november 2012. Inilah stud banding paling kontroversial di tahun 2012. Sebab studi banding ini tidak hanya
menghabiskan anggaran yang cukup besar tetapi juga dianggap salah alamat. Rombongan badan legislasi DPR yang berjumlah
11 orang berangkat Jerman guna mengkaji tentang standarisasi profesi
keinsinyuran. Jerman dianggap menjadi
negara tujuan studi banding yang tepat karena sudah memiliki UU
keinsinyuran. Menurut DPR, studi banding
ini perlu untuk melakukan standarisasi tentang insinyur sehingga insinyur
nasional bisa bersaing di dunia internasional.
Menurut persatuan pelajar indonesia (PPI) yang
ada di Jerman, kunjungan ini dianggap kontroversial karena salah alamat. Kunjungan DPR ke Deutsches Institues fur
Normung (DIN) kurang pas karena bukan institusi tersebut kurang kompeten dalam
hal keinsinyuran. DIN sendiri adalah
lembaga yang menangani sertifikasi dan proses produksi sehinga pertanyaan yang
diajukan DPR pun kurang tepat diajukan kepada DIN. DPR sendiri tetap membela kunjugan tersebut
dengan mengatakan kunjungan tersebut tetaplah bagian penting dari keseluruhan
studi banding. Data dari FITRA
menunjukan studi banding kali ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 1,056
miliar.
Marzuki Alie pun
berang. Dia balas mengkritik PPI Jerman, dengan menyebutkan PPI telah menguntit
anggota dewan selama di Jerman, dan memperlakukan peserta kunjungan kerja
seperti maling.
Penolakan PPI
Jerman ini pun tersiar luas melalui jejaring sosial YouTube. Gelombang
penolakan semakin besar diikuti dengan penolakan PPI Amerika dan Uni Eropa. Tak
hanya terjadi kali ini, beberapa waktu lalu, saat sejumlah anggota Komisi Agama
berkunjung ke Australia, pelajar di sana juga mencemooh pelesiran anggota
Dewan. Saat itu tak satu pun perwakilan rakyat ini yang fasih menyebutkan
alamat e-mail resmi mereka. Padahal kunjungan ini telah menghabiskan anggaran
negara hingga ratusan miliar rupiah.
Koordinator
Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky
Khadafi, mencatat, untuk tahun 2012, alokasi anggaran pelesiran DPR pada Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2012 mencapai Rp 140 miliar. Angka ini
naik dibanding tahun 2011 yang hanya menyedot anggaran Rp 137 miliar.
Dalam
catatan Fitra, alokasi anggaran pelesiran DPR pada 2012 ini sudah termasuk
asuransi perjalanan kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 861 juta dan biaya
visa kunjungan kerja luar negeri sebesar Rp 1,4 miliar. Sedangkan alokasi
anggaran pelesiran DPR 2011 terdiri dari asuransi perjalanan kunjungan kerja
luar negeri sebesar Rp 674 juta dan biaya visa kunjungan kerja luar negeri
sebesar Rp 1,6 miliar.
Naiknya
alokasi anggaran pelesiran anggota Dewan untuk tahun 2012 ini, kata Uchok,
disebabkan setiap pembentukan dan pembahasan rancangan undang-undang untuk
setiap komisi rata-rata dipatok sebesar Rp 3,2 miliar. Padahal, untuk tahun
2011, hanya sebesar Rp 1,7 miliar per komisi atau untuk satu alat perlengkapan.
Dengan begitu, alokasi anggaran total untuk pembentukan atau pembahasan RUU
untuk 2012 menjadi Rp 39,2 miliar, sedangkan pada 2011 hanya sebesar Rp 22,3
miliar.
Untuk mempermudah mengetahui jumlah anggaran studi
banding bisa dilihat tabel di bawah
No
|
Komisi
|
Tujuan
|
Perkiraan anggaran
|
1
|
Komisi IV DPR
|
Prancis
|
Rp 1.091.610.000
|
2
|
Komisi IV DPR
|
China
|
Rp 632.403,000
|
3
|
Komisi VII DPR
|
Brasil
|
Rp 1.919.682.000
|
4
|
Komisi VII DPR
|
Amerika Serikat
|
Rp 975.726.000
|
5
|
Baleg DPR
|
Jerman
|
Rp 2.350.000.000
|
sumber : http://www.hebohnyadunia.com/2012/12/5-pelesiran-akhir-tahun-para-wakil.html
Dalam
penulisan hasil laporan studi banding ini pun tidak jelas. Sedikitnya publikasi yang dilakukan oleh DPR
membuat masyarakat sulit mengetahui secara rinci anggaran yang di gunakan. Di
media-media juga sangat jarang di publikasikan hasil studi banding DPR.
Bahkan
di beberapa media ada yang menyebutkan bahwa laporan hasil studi banding hanya
lah copyan data yang di unduh dari internet. Sangat disayangkan
kalau apa yang diberitakan media ini benar adanya. Sama halnya dengan
kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Australia, imformasi yang didapat juga
hanya melalui brosur, seperti yang diberitakan Kompas.com. Padahal biaya yang
dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan ini bukanlah kecil.
Sementara itu
laporan studi banding BURT DPR (Maroko, Jerman, dan Perancis), Panja RUU
Kepramukaan (Korea Selatan, Jepang dan Afrika Selatan) atau BK DPR ke Yunani.
Hingga kini laporan belum dipublikasikan secara resmi melalui situs
www.dpr.go.id untuk memenuhi prinsip akuntabilitas dan transparansi terhadap
masyarakat.
PENDAPAT MAHASISWA DAN MASYARAKAT SERTA TENTANG STUDI BANDING
Dengan
minimnya transparansi anggaran studi banding membuat banyak desakan dari
berbagai pihak untuk membuka hasil studi banding ini. Menurut pandangan saya sebagai penulis
sekaligus mahasiswa, kegiatan studi banding memang perlu dilakukan untuk
peningkatan kualitas kebijakan atau pun peraturan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan
transparansi anggaran serta laporan hasil terkait studi banding ini. Jika hanya
di jadikan alasan untuk melakukan pelesiran ke luar negeri seperti yang sering
di beritakan, maka lebih baik di tiadakan saja.
Lebih baik anggaran untuk studi banding ini dipakai untuk membantu kebijakan atau program
kerja lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Banyak kritik yang berdatangan dari
lembaga-lembaga yang ada di Indonesia tentang studi banding DPR salah satunya
adalah indonesia corruption watch (ICW). Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW
Abdullah Dahlan mengatakan, 23 November 2012 lalu, ICW
mengajukan permintaan informasi hasil studi banding ke Sekjen DPR. Namun lebih
dari satu bulan, tidak ada jawaban. Padahal sesuai dengan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, seharusnya 14 hari sejak
adanya permintaan dari masyarakat badan publik membuka informasi yang diminta.
“Jika Sekjen DPR
dan pejabat berwenang tidak menanggapi surat keberatan ini dalam waktu 30 hari
kerja, kami akan mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi
Publik,” kata dia sembari menunjukkan Pasal 37 Undang-Undang KIP yang menjadi
landasan langkah ICW tersebut.
Menurut
Abdullah, ICW meminta agar DPR melalui Sekjen membuka informasi kepada publik
berkaitan dengan studi banding yang dilakukan ke Jerman dan Prancis. Beberapa
waktu lalu, BURT melakukan studi banding ke dua negara itu dengan tujuan untuk
mempelajari pembentukan badan fungsional pengelolaan anggaran dan rumah aspirasi. Selain itu ICW juga meminta hasil studi banding
Komisi X DPR ke Jepang dan Afrika Selatan dalam rangka pembuatan Undang-Undang
tentang Pramuka juga dibuka ke publik. Abdullah menambahkan, studi banding
Komisi III ke Inggris yang dikatakan berkaitan dengan pembuatan undang-undang
tentang keimigrasian serta studi banding Bandan Kehormatan ke Yunani, juga
diminta untuk dibuka.
“Semua studi
banding yang kami minta agar hasilnya dibuka ke publik itu berlangsung antara
bulan Juli sampai Oktober 2010. Kami minta hasil studi banding dan laporan
akuntabilitas keuangan karena secara kelembagaan DPR tidak pernah
menyampaikannya secara formal,” tegas Abdullah.
Abdullah
mengatakan permintaan agar hasil studi banding tersebut dibuka merupakan bagian
dari upaya masyarakat sipil untuk mendorong agar parlemen memiliki
akuntabilitas politik. Hal itu sesuai dengan UU MD3 yang mengatur kewajiban
agar menyampaikan kinerja tahunan melalui fraksi-fraksi yang ada. “Tetapi tidak
pernah dilakukan,” ujarnya.
Menurut
Abdullah, jumpa pers yang dilakukan anggota DPR terkait penyampaian hasil
kunjungan kerja, tidaklah cukup. Sebab, DPR secara kelembagaan harus tetap
menyampaikan laporannya secara resmi. Alasannya, kepergian anggota DPR ke luar
negeri dalam rangka studi banding bukan atas nama pribadi. “Tetapi atas nama
kelembagaan DPR," kata Abdullah.
Masyarakat
Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan selama ini
tidak ada korelasi signifikan antara kunjungan ke luar negeri dan kinerja
anggota DPR. “Lihat saja ketika grafik studi banding meningkat, UU yang digugat
pun semakin meningkat. Artinya kualitas menurun,” ujarnya. Menurut dia, argumen
bahwa studi banding DPR ke luar negeri akan meningkatkan mutu UU adalah
mengada-ada. “Itu hanya untuk mendapatkan jatah jalan-jalan ke luar negeri dua
kali setahun.” Sebastian lalu mencontohkan studi banding anggota Komisi X ke
Afrika Selatan terkait dengan RUU Kepramukaan, sementara pramuka di negara
tersebut ndak lebih baik dari Indonesia.
Ketua DPR
Marzuki Alie meminta masyarakat memberikan penilaian positif terhadap studi
banding yang dilakukan puluhan anggota DPR ke lima negara di Asia, Eropa, dan
Afrika. “Saya minta masyarakat bisa melihat studi banding anggota DPR ke luar
negeri merupakan bagian dari pelaksanaan tugas kenegaraan, bukan dari sisi
biayanya,” katanya, kemarin. Marzuki menjelaskan studi banding yang dilakukan
anggota DPR ke luar negeri untuk menambah referensi dan acuan dalam penyusunan
rancangan undang-undang agar hasilnya lebih optimal. “Biaya kunjungan anggota
DPR ke luar negeri tidak semaunya sendiri, tapi ada aturannya yakni Keputusan
Menteri Keuangan.” katanya. Menurut dia, biaya yang diberikan kepada anggota
DPR yang berkunjung ke luar negeri yakni uang transportasi dan akomodasi.
“Biaya itu bisa terpakai seluruhnya, tapi bisa juga tidak.”
Pimpinan DPR
saat ini, kata dia, sudah membatasi kunjungan anggota DPR ke luar negeri
maksimal dua kali dalam setahun. Marzuki menegaskan studi banding yang
dilakukan anggota DPR ke luar negeri bukan kegiatan jalan-jalan yang
memboroskan uang negara, tapi melaksanakan tugas negara yakni mencari masukan
sebagai referensi untuk menyusun RUU yang akan dibahas di DPR. “Kunjungan
anggota DPR ke luar negeri untuk mencari referensi sebanyak-banyaknya sehingga
ketika menyusun RUU sudah memiliki referensi cukup,” katanya. Menurut dia,
dengan memiliki referensi yang cukup maka pembahasan RUU bisa lebih cepat dan
optimal.
KESIMPULAN
Studi
banding pada hakikatnya memang perlu dilaksanakan. Tetapi dalam pelaksanaannya harus mempunyai tujuan
serta anggaran yang jelas agar benar-benar efektiv pelaksanaannya, jika tidak
seperti itu maka hasilnya sudah pasti akan seperti studi banding yang
sudah-sudah. yang membuat studi banding
menjadi kontroversi adalah banyaknya kejanggalan-kejanggalan selama
pelaksanaannya, mulai dari anggaran, tujuan dan yang paling parah buat apa
membawa sanak keluarga hanya untuk melakukan studi banding.
Pemerintah sendiri seharusnya
membuat UU tentang studi banding untuk mengikat studi banding ini. Maksudnya bila mana ada
kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam studi banding ini misalkan seperti
anggaran yang di lebih-lebihkan,tujuan yang tidak jelas dan lain-lainnya maka
akan ada sanksi yang jelas untuk menindak penyelewengan yang terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
“daftar
5 studi banding kontroversial DPR RI,” suararepublika.co.id. Diakses
tanggal 9 januari, 2012. http://suarapublik.co.id/web/2012/12/12/daftar-5-studi-banding-kontroversial-dpr/
“akuntabilitas studi banding DPR sangat
minim,” hukumonline.com. diakses tanggal 9 januari, 2012. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50ce6e8d42456/akuntabilitas-studi-banding-dpr-sangat-minim
“alasan
DPR memilih studi banding ke Brasil dan AS.”
Nasional.kompas.com. diakses
tanggal 8 januari, 2012. http://nasional.kompas.com/read/2012/12/19/01290583/Alasan.DPR.Memilih.Studi.Banding.ke.Brasil.dan.AS
Sufa I, Guslina . “rincian anggaran kunjungan “pelesiran” dinas
DPR,” id.beritayahoo.com. diakses tanggal 8 januari, 2012. http://id.berita.yahoo.com/rincian-anggaran-kunjungan-pelesiran-dinas-dpr-024049906.html
Djumina Erlangga. “DPR ke Yunani belajar
etika.” Nasional.kompas.com. diakses tanggal 8 januari, 2012. http://nasional.kompas.com/read/2010/10/19/11325682/DPR.ke.Yunani.Belajar.Etika
Sihite Ezra. “ DPR didesak buka hasil studi
banding.” Beritasatu.com. diakses
tanggal 9 januari,2012. http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/8797-dpr-didesak-buka-hasil-studi-banding.html
Taunuzi Iwan. “Laporan studi banding DPR ke
Swedia Cuma selembar.” M.tribunnews.com.
diakses tanggal 8 januari 2012. http://m.tribunnews.com/2011/05/08/laporan-studi-banding-dpr-dari-swedia-cuma-selembar
Susila S, Bakti. “ketua DPR : ke Yunani sempurnakan
tata tertib.” Politik.news.viva.co.id.
diakses tanggal 8 januari, 2012. http://politik.news.viva.co.id/news/read/185105-ketua-dpr--ke-yunani-sempurnakan-tata-tertib
“hampir Rp 3 milyar ongkos studi banding
anggota DPR ke luar negeri.” Radioaustralia.net.au. diakses tanggal 7 januari, 2012. http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/hampir-rp-3-milyar-ongkos-studi-banding-anggota-dpr-ke-luar-negeri/1006272
Rahayu nina. “ ke Prancis dan China DPR “telan”
biaya 1.72 M?.” politik.news.viva.co.id. diakses tanggal 7 januari, 2012. http://politik.news.viva.co.id/news/read/374220-ke-prancis-dan-china-dpr--telan--biaya-rp1-72-m-
[1] “dewan perwakilan rakyat.” 8 januari, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat.
[2]
“Studi Banding Butuh Tanding.” 9 januari 2012. http://hukum.kompasiana.com/2011/12/03/studi-banding-butuh-tanding/
[3]Angga “daftar
5 studi banding kontroversial DPR.” 9 januari,
2012. http://suarapublik.co.id/web/2012/12/12/daftar-5-studi-banding-kontroversial-dpr/
No comments:
Post a Comment