Artikel ini menganalisis tentang
peran Media massa
elektronik sebagai komunikasi politik. media massa elektronik
televisi merupakan media yang sering dipergunakan elit politik untuk
berkampanye di Indonesia .
Elit politik menggunakan media massa
televisi karena mudah untuk menyampaikan visi dan misi kampanye dengan efektif
dan kreatif. Kuatnya pengaruh media televisi yang mampu menjangkau orang-orang
cacat sekalipun seperti tuna netra dan tuna rungu. Walaupun harus membayar
cukup mahal tetap saja para elit politik tetap membayarnya karena menurut
mereka media massa
elektronik sangat berpengaruh terhadap pemilihan nanti. Dari dasar itulah
komunikasi politik melalui televisi banyak diminati oleh para pemain politik.
Ketika kita mendangar kata media massa pasti yang
terfikirkan oleh kita adalah sebuah pemberitaan yang di berikan untuk memuaskan
keingin tahuan seseorang terhadap sesuatu. Media massa
khususnya televisi sekarang sudah sangat menjadi senjata perang bagi para
calon-calon politisi baru di negara Indonesia . Tidak di sangkal lagi
untuk para politisi menggunakan televisi sebagai alat untuk menyampaikan visi
dan misinya dengan efektif dan kreatif. Jika banyak masyarakat yang hanya
menjadi penonton bukan yang turun langsung menjadi anggota politik maka mungkin
tidak mungkin akan banyak orang yang mudah terpengaruh terhadap iklan yang di
buat oleh para calon politisi. Kenapa para politisi menggunakan media massa ? Jawabannya sangat
mudah karena kemanangan dekrasi di Indonesia di tentukan oleh
masyarakat langusung, karena itu momentum demokrasi Melahirkan dan menjadikan
rakyat sebagai kunci kemenangan kandidat. Praktis, koalisi partai pendukung
kandidat dan kemampuan finansial yang cukup besar, bukanlah jaminan kemenangan.
Seorang politisi setidaknya mengharuskan populer dan dikenal masyarakat.
Dengan visi-misi dan program-program
yang menarik masyarakat. Sarana yang paling efektif adalah
sosialisasi. Bisa melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Terlebih
melalui media televisi. Tetapi tidak mengecilkan alat, atribut baligo kampanye
maupun sarana pendukung lainnya. Termasuk soliditas tim sukses, mesin partai
dan dukungan besarnya anggaran yang di butuhkan. Karena tentunya banyak
variabel dalam menentukan kemenangan para politisi.
Dalam
momentum demokrasi. peran media massa sangat vital. Berfungsi menjaga
keseimbangan sebuah entitas negara dan masyarakat. Kebebasan pers termasuk
media massa merupakan keunggulan dalam rezim demokrasi. Sehingga menjadi sarana
penting dalam tegaknya berdemokrasi. Media massa memiliki fungsi kontrol.
Karena melalui transformasi informasi, media massa mampu mengerem laju
kebijakan peremintah yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat.
Media Massa Dan Partai Politik
Perhatian khusus terhadap media massa
Yang
pertama dari persoalan yang meminta perhatian khusus yang merubah hubungan
antara media massa dan partai politik dan pertanyaan mengenai pemilikan dan
monopoli dalam alat komunikasi. Seperti Seymour-Ure (1974) telah mengemukakan
pendapatnya, ada 3 dasar utama dalam hubungan politis antara koran dan partai:
a)
Korespondensi organisasional – koran itu milik partai, dan dirancang untuk
mencapai tujuan partai.
b)
Mendukung tujuan sebuah partai- sebuah koran dan menentukan untuk memilih
secara editorial untuk mendukung sebuah partai dan secara konsisten mendukung
kebijakannya.
c)
Korespondensi antara pembaca dan dukungan yang telah diberikan kepada
sebuah partai- untuk alasan lain selain, sebuah koran mungkin saja menarik
pembacanya dari sebuah kelas atau sektor sosial yang utamanya menyandarkan diri
pada arah politik tertentu, tanpa adanya pilihan politis yang sadar yang telah
dibuat.
Dalam
kasus tautan organisasi, setiap dari kondisi yang lain adalah memungkinkan
untuk dijumpai, tetapi tiga variabel yang disediakan merupakan kunci untuk
menguji hubungan pers dengan partai dari simbiosis total sampai menjadi
kemandirian yang menyeluruh.
Syarat
pertama (sebuah dukungan aktif terhadap tujuan partai merupakan fitur yang umum
pada koran-koran yang awal-awal terbit di Amerika Serikat dan juga sama umumnya
dengan yang di Eropa k, paling tidak sampai Perang Dunia Kedua. Telah menurun
secara besar-besar kecenderungan sebagai hasil dari kecenderungan umum kepada bentuk
politik yang kurang ideologis tapi lebih banyak pada komersialisasi pers (lebih
suka kepada netralitas atau keseimbangan kepentingan politik dalam kepentingan
meluaskan cakupan pemasaran) penurunan dalam persaingan dan pilihan (koran yang
memonopoli cenderung kurang terbuka pada pesekutuan kepada partai) meningkatnya
profesionalisasi junalis, yang juga lebih menyukai obyektifitas dan informasi
atas advokasi dan peran propaganda pers. Keterlibatan pers juga dibawah tekanan
dari munculnya keseimbangan moral, dan obyektifitas jurnalis yang dipraktekkan
(seringkali merupakan persoalan kebijakan publik) dalam penyiaran. Yang
terkadang di salah gunakan oleh politisi politisi baru.
Propaganda Media Massa
Studi
moderen terhadap komunikasi politik sebenarnya dimulai dengan studi propaganda, khususnya sebagai respon
terhadap penggunaan media yang dibuat oleh para pemilik media massa (pembuat media
dan film) selama dan sesudah perang dunia pertama untuk memajukan patriotisme
dan juga ideologi lain diantara media massa nasional. Persamaan yang awal pada
komunikasi politik dengan propaganda dikuatkan oleh adanya contoh seperti Uni
Soviet dan Nazi Jerman, keduanya menggunakan monopoli pengaturan media massa
(sekarang termasuk di dalamnya adalah radio) karena mereka memiliki proyek yang
berbeda dalam transformasi sosial.
Tidak
mengherankan, istilah propaganda
mendapatkan konotasi negatif. Hal ini digunakan sebagai indikasi untuk
membentuk komunikasi persuasif dengan fitur atau keistimewaan. Proses
komunikasi adalah ditujukan untuk pengirim pesan dari politisi ke pada penerima
pesan, atau untuk mendapatkan manfaat bersama, hal ini melibatkan tingkat
pengendalian yang tinggi dan manajemen dengan mengandalkan sumber yang ada. Tujuan
dan identitas dari sumber seringkali disembunyikan. Secara umum, propaganda
bersifat manipulatif, satu arah dan
memaksa. Dalam makna peyoratif
(pemburukan makna), istilah propaganda masih mengacu kepada komunikasi langsung
dari partai politik dengan adanya peran media massa untuk merancang dan
memobilisasi dukungan. Jadi media massa memang sudah sangat berpengaruh
terhadap politik dari awalnya lahirnya politik. Propaganda di media massa yang
mengarah ke perpolitikan memang sangat terlihat buruk tetapi tetap saja media
massa lah yang cukup berjasa dalam menghasut atau meretorikakan masyarakat luas
untuk memilih suatu politisi yang sedang mencalonkan dirinya entah itu menjadi
apa, akan tetapi walau di media massa propaganda bururk tapi itu lah salah satu
strategi yang di gunakan oleh para politisi. Propaganda sendiri mempunyai
pengertian berupa rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan
kelakuan masyarakat atau sekelompok orang yang tujuannya agar mereka nanti bisa
mendukung diri kita atau mau mengikuti kemauan kita. Dari berbagai
pendapat-pendapat, propaganda sebenarnya belum tentu buruk seperti persepsi
yang kita yakini sampai saat ini. Kadang propaganda menyampaikan informasi yang
benar namun yang kita dapati seringkali menyesatkan karena informasi yang
disampaikan tersebut tidak semua disampaikan.
Orang
yang menyampaikan propaganda biasanya memberikan fakta-fakta yang menguntungkan
dirinya saja sedangkan fakta yang menyangkut pemberitaan buruk tentang dirinya
atau kelompoknya dengan disengaja disembunyikan karena itu akan sangat
merugikan dirinya atau kelompoknya sendiri. Tujuannya tidak lain untuk membuat
citra dirinya dan kelompoknya semakin terlihat baik di mata sebagian besar
masyarakat. Dengan hal ini banyak politisi yang melakukan propaganda secara
langsung atau juga dengan cara menggunakan media massa elektronik maupun Koran.
Satu hal lagi yang membuat propaganda menjadi istilah buruk adalah
kecenderungan untuk menyebarkan informasi yang buruk untuk lawannya. Informasinya
memang biasanya berupa fakta yang ada tetapi sudah dibesar-besarkan untuk
meperburuk citra sang lawan karena itu banyak yang menganggap propaganda tidak
baik atau tidak jujur karena hanya memperbaiki cita diri sendiri atau
kelompoknya dengan cara menjelekkan lawannya.
Sebagus
apapun propaganda yang kita lancarkan terhadap lawan kita tidak akan menemui
kelancaran tanpa adanya suatu alat. Alat tersebut merupakan sebuah perantara
bagi isi propaganda agar sampai kepada orang-orang yang kita tujukan atas
propaganda tersebut. Alat propaganda tersebut tidak lain adalah media massa. Media masa tersebut
melingkupi media dalam ruang seperti televisi maupun radio juga media luar
luang seperti baliho, spanduk dan sebagainya. Media non kontemporer pun
mempunyai andil yang besar dan berpengaruh untuk propaganda saat ini. Pada
artikel kali ini saya akan mencoba membahas pemanfaatan media sebagai alat
propaganda politik dan bagaimana pengaruhnya terhadap keberhasilan berpolitik
mereka. Bagaimana pula etika yang harus dijalankan mengingat media massa
merupakan sebuah tempat yang netral atau tidak memihak dan berita yang ada pada
suatu media massa harus merupakan fakta yang apa adanya tanpa ada suatu fakta
yang disembunyikan. Akan tetapi berat bagi saya untuk mempercayai media
televisi untuk jujur dan apa adanya karena apa banyak sekali petinggi televisi
yang turun untuk menjadi politisi baru di Indonesia. Sangat lah mudah bagi
mereka untuk menggunakan media massa yang selalu di lihat orang mereka tinggal membuat
iklan yang berisi visi dan misi dan lalu mereka tampilkan begitu saja dengan
mudahnya.
Di saat
nanti ada salah satu pemberitaan yang kurang baik pada lawannya mereka akan
membesarkannya dengan mudah karena itu saya anggap tidak akan bisa media massa
netral jika petingginya turun ke rancah politik. Hal yang penting lagi yang
perlu diperhatikan dalam isi propaganda politik dimedia massa adalah kita harus
mengetahui benar apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Jadi kita harus
mengetahui agenda masyarakat apa saja yang di inginkannya. Hal tersebut bisa
diperoleh dengan menanyakan kepada anggota masyarakat apa yang mereka pikirkan
dan bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah
yang tengah menarik perhatian masyarakat. Masyarakat tentunya ingin tahu yang
pada akhirnya isu-isu yang kita bawakan dalam propaganda bisa menjadi
permintaan publik. Media yang mempunyai kepentingan teknis berperan dalam
pemilihan dan pengemasan isu yang nantinya akan didistribusikan kepada khalayak
menjadi sesuatu yang penting. Realitas yang ada jika menggunakan media akan
membuat realitas tersebut terlihat lebih menojol karena di tanggakan sesuka
pemilik atau direktur utama media massa.
CONTOH KASUS
Contoh
nyata propaganda politik yang terjadi baru-baru ini adalah rivalitas Ketua Umum
Golkar, Aburizal Bakrie dan Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa yang ingin
memperebutkan kursi Presiden pada 2014 nanti. Aburizal Bakrie melakukan gerakan
cepat dengan mendekati partai politik berbasis Islam seperti PPP dan PBR. Pria
yang akrab dipanggil Bakrie ini mempunyai keuntungan sendiri jika propaganda
politiknya terus dilakukan. Ko gitu? bakrie adalah pemilik dari stasiun
televisi tvOne dan ANTV. Oleh karena itu akses untuk melakukan propaganda
politiknya di dua stasiun televisi terbuka lebar. Pemberitaan yang baik tentang
dirinya bisa ditonjolkan sedangkan pemberitaan yang miring bisa disembunyikan. Begitu
pula dengan pemberitaan lawan politiknya. Bakrie melalui dua stasiun televisi
miliknya bisa menyembunyikan keunggulan dari lawan berpolitiknya tersebut.
Media
massa memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media
massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media
massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Bisa
jadi kalau Bakrie terus menerus membuat pemberitaan yang baik terhadap dirinya,
masyarakat akhirnya mempersepsikan bahwa hal tersebut memang nyata. Kemungkinan
besar hal ini berpengaruh pada cara berpikir masyarakat. Saat media selalu
menampilkan tokoh tertentu, maka orang tersebut cenderung dianggap tokoh
penting. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap
penting juga oleh masyarakat dan apa yang dilupakan media akan dilupakan juga
oleh masyarakat. Dengan demikian propaganda melalui media massa akan sangat
efektif sekali, jika ada upaya membuat pesan propaganda dalam prioritas isi
pesan media. Isi pesan inilah yang menjadi tawaran dalam mempengaruhi cara
berpikir masyarakat.
Contoh
lainnya adalah, Surya Paloh yang mendirikan organisasi masyarakat “Nasional
Demokrat” terus menerus memanfaatkan media massa miliknya yaitu Metro TV untuk
mempromosikan ormas yang dia bangun dan kemungkinan akan menjadi partai politik
disaat menjelang pemilu Presiden 2014 nanti.
Selain
itu, pada saat kampanye pilpres 2009 partai demokrat yang mencalonkan ketuanya
sebagai calon presiden yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki keunggulan
yang cukupsignifikan karena dibantu oleh MNC group dalam mempromosikan
partainya dan juga calon presidennya. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh
dari si pemilik media tersebut yang saat itu sedang dekat dengan SBY. Ada
pepatah mengatakan bahwa orang yang bisa menguasai dunia adalah orang yang
menguasai media. Pada saat ini memang media tidak lagi pada posisinya yang
semula, yaitu posisi netral dan tidak memihak pada partai politik dan bahkan
tokoh politik sekalipun.
Manfaat iklan politik.
Dunia pertelevisian
ini dapat mengaktualisasikan makna kesejahteraan pada publik karena pada
dasarnya iklan bersifat persuasif dan informatif. Karena bersifat informatif,
iklan politik menjadi sarana politik bagi politisi untuk memberitaukan mereka
bahwa politisi ini siap ikut untuk menjadi konstituen yang kuat, cerdas dan
mandiri. Iklan politik juga dapat mendorong terciptanya suatu persaingan yang
sehat antara peserta untuk membuat atau menciptakan program-program baru yang
di butuhkan oleh khalayak.
Tetapi
pada kenyataannya sekarang masyarakat masih kurang begitu paham bahwa
sebenarnya ada konspirasi-konspirasi para elit politik dengan media yang
bermain didalamnya. Sosialisasi, pembangunan citra, janji-janji, ataupun
kata-kata manis dalam iklan bisa saja hanya realitas rekayasa dari media.
Masyarakat seakan-akan nya di berikan oleh harapan-harapan palsu yang diberikan
oleh para politisi dalam upaya pendekatannya dengan publik. Iklan politik
semata-mata menjadikan tempat utama bagi masyarakat untuk mengetahui figur
politis atau partai, sehingga, masyrakat dengan mudah hanya menggangguk saja
sebagai tanda bukti ke ingin mauan mereka walaupun sebenarnya pencitraan itu
hanya terlihat dari depan ataupun samping dan tidak mengetahui di balik
punggungnya. Masih ingatkah di pikiran kita akan janji program 100 hari yang
direncanakan oleh capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden)
yang heboh pada saat itu, pemilu 2004 lalu, setelah itu kita bisa melihat
sendiri sudah banyak contoh kasus lain seperti ini tetapi mungkin saja tetap
berlangsung dan seakan sudah menjadi tradisi.
Iklan
politik tentu saja sangat efektif dalam memuluskan pencitraan popularitas,
apalagi melalui media elektronik seperti televisi yang daya jangkaunya ke
publik 90% lebih besar dari media lainnya. Untuk itu, para penguasa media
memainkan kesempatan besar ini dan menumpuk rupiah. Pemilik media tentu tidak
menyia-nyiakan kesempatan besar ini, menjelang pemilu 2014 ini seakan menjadi peluang
uang yang banyak bagi mereka untuk memperbanyak pundi-pundi uang dari iklan
politik dari koleganya. Siasat yang dijalankan media mungkin yang paling
mencolok adalah biaya per spotnya. Misalnya, per detik iklan dipatok 6 juta
rupiah, durasi iklan adalah 30 detik. Kita tinggal hitung berapa yang harus di
bayar kepada media massa. Apabila dalam satu program yang satu jam memakai
iklan tersebut, tentu kita akan tahu berapa besarnya keuntungan yang ada. Oleh
itu, politisi atau partai harus siap merogoh kocek dalam-dalam agar muka dan
visi-misi mereka muncul di televisi. Karena besaran kocek yang di minta tidak
sedikit jadi harus memiliki keuangan yang sangat cukup untuk membuat iklan dan
menayangkannya.
Pada sub-bab sebelumnya kita telah membahas
tentang media massa dan politik dimana keduanya tidak dapat dipisahkan, seiring
dengan keberadaan masyarakat pasti memiliki sebuah pandangan terhadap politik
di Indonesia. Masyarakat Indonesia
memiliki sebuah pandangan hidup yang telah menjadi bagian dari kehidupannya
yang mungkin sudah di racuni banyak media massa dengan iklan atau film yang di
buat oleh para media massa. Setelah ini kita akan membahas tentang pandangan
politik di masyarakat, yang mana seolah-olah selalu di sorot oleh media massa.
Pandangan
masyarakat terhadap politik
Istilah Politik sering
kita dengar baik di dalam tulisan, majalah, buku, surat Kabar maupun artikel. Tetapi
masyarakat awam menyatakan bahwa politik itu identik dengan kelicikan dan
menjurus kesisi atau pola yang negatif dalam kehidupan sosial. Namun hakekat
politik itu sendiri belum ada yang menjelaskannya secara jelas dan masih
bersifat abstrak. Dalam buku karangan Miriam Budihardjo (2008) menyatakan bahwa
politik (politics) adalah macam-macam kegiatan dalam sistem politik
(atau negara) yang menyangkut proses-proses menentukan tujuan dari sistem itu
dan melaksanakan tujuan itu. Jadi intinya adalah suatu tujuan dan melaksanakan
tujuan tersebut dalam suatu sistem politik melalui proses menentukan tujuan
yang baik atau benar. Berbeda dengan masyarakat yang beranggapan bahwa politik
adalah hal yang sifatnya negatif. Ironis memang bahwa semua politik itu
dianggap oleh masyarakat merupakan tatanan yang sangat buruk dan sifatnya
destruktif. Idealnya pemahaman politik harus ditanggapi secara positif dan
bukan malah sebaliknya. Memang semua politik itu harus kita lihat dan
perhatikan mana yang bersifat baik dan tidak, umpama implementasi dilapangan
sangat bertolak belakang dengan disiplin ilmunya sendiri. Memang politik boleh
diamalkan oleh siapa saja yang mempelajarinya, tetapi celakanya pelaksanaan
dilakukan secara instan atau mendapatkan pendidikan politik dalam organisasi
secara praktis dan hanya singkat saja tidak mendalami apa sebenarnya politik
itu sendiri.
Kita anggap bahwa politik itu identik dengan kekejaman
dan kelicikan namun kita tidak pernah menelusuri apa dan bagaimana semua
politik itu sebenarnya dan hakekatnya bagi kemajuan sebuah negara. Kita coba
bayangkan secara empiris antara aktor sebagai pelaku dengan politik itu sendiri
mana yang lebih dominan penuh dengan sisi positif serta negatifnya. Kemudian
coba pikirkan secara rasional dengan pemahaman masyarakat saat ini tentang
politik itu sendiri. Tentunya kita dapat menarik kesimpulan bahwa politik itu
hanya sebuah skema dalam keilmuan sementara arah politik itu sendiri dilakukan
oleh aktor selaku pelaksana. Aktor ini yang mungkin membawa dan mengarahkan
politik itu menuju sisi positif atau negatif. Jelas sudah bahwa pemahaman
tentang dimensi politik karena sisi pengaruh negatif dijalankan oleh para
politisi maupun aktor yang menjalankan politik itu sendiri. Memang bagi kaum
intelektual dan politisi dapat memahami semua politik itu sendiri, namun para
ilmuwan sosial dan sarjana politik sendiri lebih memahami serta menggali
tentang politik secara mendalam serta dapat memberikan konsep-konsep politik
yang ideal bagi negara. Pemahaman masyarakat mengenai politik sangat instan dan
belum mengetahui secara jelas dan keseluruhan sehingga dimensi politik hanya
dipandang dari sisi negatif dan seolah-olah tidak ada sisi positifnya .
Dimensi politik ini sangat penting dipahami oleh
masyarakat karena menjadi acuan dalam melakukan proses pembangunan politik.
Karena apabila masyarakat tidak memiliki kecerdasan dalam berpolitik maka
perubahan sampai kapan pun tidak akan pernah ada. Pandangan politik harus
benar-benar jelas dan tidak Cuma dilihat dari segi buruknya saja namun ada juga
sisi baiknya, jika kita melihat negara, kekuasaan demokrasi dan konsep lainnya
maka kita akan Jadi pemaham tentang politik pada masyarakat. Kita bisa membuat
para masyarakat mengerti politik tetapi masyarakat harus membuang dulu pikiran
buruk tentang politik dan kita pasti bisa mencerdaskan mereka serta dapat
mengaktualisasikan diri pada isu-isu politik yang muncul secara terus menerus. Masyarakat
sebenarnya belum mendapatkan pendidikan politik dari para politisi yang
sekarang menjadi pemimpin maupun wakilnya di parlemen. Maka para politisi harus
melakukan sosialisasi terhadap masyarakat sehingga masyarakat menjadi cerdas
serta mau berpartisipasi dalam politik. Para ilmuwan dan para akademisi maupun
mahasiswa juga harus memberi pemahaman tentang politik pada masyarakat. Hal ini
sangat penting dalam memunculkan partisipasi politik dalam diri masyarakat
sehingga realisasi pembangunan politik dapat terlaksana dengan baik.
Politik yang cerdas menjadikan masyarakat tanggap serta
memberikan kontribusi bagi negara dalam membangun kesejahteraan dan kemakmuran
bersama. Jika masyarakat berpartisipasi politik maka akan terwujudnya perubahan
yang diinginkan serta dapat dirasakan bersama. Setelah memahami tentang politik
tersebut masyarakat akan lebih cerdas dalam melakukan langkah-langkah secara
politis. Dalam sosialisasi pemilu sering dikatakan bahwa satu suara menentukan
nasib bangsa. Maka pemahaman politik itu dapat memicu timbulnya partisipasi
atau keterlibatan masyarakat secara aktif dalam politik praktis. Akan tetapi
masih banyak juga para politisi yang menginginkan masyarakat tidak megerti apa
itu politik kenapa begitu? Alasannya mudah saja para politisi takut akan banyaknya
tuntutan dari masyarakat, karena itulah para politisi tidak ingin memberikan
pemahaman politik langsung. Karena para politisi mungkin juga tidak atau
politik yang benar etika politik yang baik seperti apa. Karena mereka hanya
belajar politik praktis yang di ajarkan di partai atau hanya sekedar baca yang
terpenting anggapan mereka mereka lah yang sudah memimpin jadi santai saja
masyarakat tidak perlu tau bagai mana politisi. Para politisi banyak yang
menganggap bahwa masyarakat itu hanyalah sampah yang mudah di hancurkan dengan
mekanisme yang mereka bentuk. Para politik bisa ber fikir seperti itu tetapi
masyarakat adalah masyarakat yang heterogen karena terdiri dari banyak suku,
agama dan ras sehingga melahirkan banyak perbedaan dalam berbagai hal, akan
tetapi perbedaan tersebut tidak ada artinya saat kita memikirkan hal yang sama
yaitu kemajuan bangsa Indonesia. Karena itulah orang Indonesia susah untuk di
kalahkan tetapi mudah di tipu oleh para elit politik. Bagi masyarakat menengah kebawah partai bisa jadi pilihan
yang paling pas untuk memilih para wakilnya untuk menyapaikan aspirasi kepada
para petinggi Negara karena mereka tidak bisa menyampaikan aspirasinya secara
langsung. Karena itu masyarakat kecil sebelum pemilihan di beri uang agar
mereka memilih tapi apa sesudah itu janji-janji mereka hanyalah mencari butiran
debu saja yang tidak ada artinya sama sekali. Kepentingan individu dan
partainya saja lah yang di pikirkan bukan masyarakat yang sudah mempercayai
para politisi.
Media massa memang sangat penting bagi perpolitikan di
Indonesia karena itu banyak yang menggunakan media massa apapun untuk
ber-kampanye. Tidak heran juga para elit politik sangat dalam untuk merogoh
kocek untuk menggunakan media massa. Selain itu menurut saya seharusnya
masyarakat di berikan ilmu politik agar mereka mengerti apa yang akan atau di
inginkan oleh para elit politik jangan seolah-oleh masyarakat hanya bisanya di
tipu saja. Diberi janji manis sudah terpilih malah terkesan tidak ingin
mendangar apapun baai mana politik di Indonesia mau maju jika rakyatnya tidak
di bekali ilmu sama sekali.
Referensi
Budiarjo,
Meriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia, 2008
http://politik.kompasiana.com.
Di akses 4 oktober 2012
“Media
Massa Sebagai Sumber Pengaruh Sosial Politik Budaya.” Diakses Tanggal 26
Desember 2012.
http://rangon.org/2012/08/14/media-massa-sebagai-sumber-pengaruh-sosial-politik-budaya/
“Pengertian
Media Massa” Diakses Tanggal 28 Desember 2012.
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2060385-pengertian-media-massa/
“Pandangan Masyarakat Terhadap Partai Politik”
diakses 3 Januari 2013
http://suhermanto.com/pandangan-masyarakat-terhadap-partai-politik.php
No comments:
Post a Comment