Studi ini
menganalisis tentang gerakan yang sekarang kian massive dikalangan masyarakat Banyumas yaitu Gerakan Anti Mardjoko
yang lebih terkenal dengan sebutan GAM beserta latar belakang kemunculanya
serta kebijakan-kebijakan Mardjoko yang dinilai kontroversial. Kebijakan H.
Mardjoko. MM yang dinilai kurang bisa merealisasikan janji kampanyenya dan
terlalu berpusat ke kota
serta mengabaikan pembangunan desa memunculkan geliat teriakan masyarakat
Banyumas yang membentuk GAM. Tulisan ini
bertujuan memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya Banyumas menjelang
pelaksanaan PILKADA 2013 erat kaitanya dengan GAM. Tulisaan ini akan
menjelaskan kebijakan Mardjoko serta kemunculan GAM beserta pengaruh bagi
suasana perpolitikan Banyumas dengan adanya tudingan kampanye hitam yang di
lakukan GAM yang di sebut-sebut memiliki hubungan dengan calon bupati
Muchsonudin yang mempunyai persamaan visi misi. Oleh karena itu, spekulasi pun
bermunculan beriringan dengan semakin dekatnya PILKADA 2013. Saran dari penulis
adalah untuk menanggapi isu ini penulis meminta agar GAM dan masyarakat
Banyumas lebih objektif dan jangan mudah terbawa suasana dalam mengkritisi
jalanya pemerintahan dan laju perpolitikan Banyumas. Warga Banyumas pada khususnya harus bisa lebih dewasa menghadapi
isu-isu politik yang berhembus menjelang PILKADA 2013.
Kata kunci: mardjoko, gam, pilkada
banyumas 2013, kampanye hitam, politik lokal banyumas
“walaupun
secara realistis masih terdapat sejumlah bupati/walikota yang bermasalah, satu
hal yang patut dicatat bahwa proses politik ditingkat lokal telah memberikan
ruang baru bagi demokratisasi di daerah..”Durorudin
Mashad, dkk.
Pengantar
Pemilihan kepala daerah banyumas yang tinggal
menghitung hari rupanya tidak lepas dari dinamika politik yang kian hari seolah
kian bergejolak dan penuh dengan aroma persaingan dari para calonnya. Yang kini
menjadi massive adalah munculnya sebuah gerakan yang menamakan dirinya sebagai
Gerakan Anti Mardjoko atau yang lebih terkenal dengan sebutan GAM. Gerakan ini
adalah gerakan yang dibentuk oleh sebagian warga Banyumas sendiri dengan
mengatas namakan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan Mardjoko yang dinilai
menyakiti hati masyarakat. Kebijakan-kebijakan Mardjoko dinilai menyakiti
Pedagang PKL, tukang becak, Seniman dan banyak kalangan masyarakat lainya dan
cenderung memakmurkan kaum atas serta dinilai menginjak kaum bawah. Hal inilah
yang menjadi landasan berpijak kelompok kontra Mardjoko ini untuk menghimpun
warga Banyumas agar tidak kembali memilih Cabup Incumbent yang dinilai tidak pro rakyat itu.
Gerakan Anti Mardjoko ini kian hangat diperbincangkan
dikarenakan gerakan ini muncul bersamaan dengan akan dilangsungkanya pesta
demokrasi lokal Banyumas yaitu PILKADA BANYUMAS yang kini tinggal menghitung
hari. Hal ini tak elak menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap berdirinya
gerakan ini yang dinilai memiliki dalang politis yang memegang kendali di
baliknya namun banyak juga masyarakat yang percaya bahwa berdirinya gerakan ini
semata-mata mewakili suara masyarakat Banyumas pada umumnya. Gerakan Anti
Mardjoko atau yang lebih terkenal dengan GAM inipun isunya semakin dekat dengan
PILKADA tentu akan semakin besar, ekspose dari media akan menguji keobjektifan
masyarakat dalam menanggapi kemunculan gerakan ini. Dari berbagai spekulasi yang
muncul di kalangan masyarakat, penulis mengambil beberapa spekulasi yang
mungkin mendasari berdirinya GAM di Banyumas ini.
Pertama, GAM didirikan bertujuan untuk menghimpun
masyarakat yang kecewa dengan kepemimpinan Mardjoko untuk mengkampanyekan agar
tidak lagi memilih Mardjoko pada PILKADA mendatang dikarenakan Mardjoko dinilai
telah menyakiti hati masyarakat. Kedua, munculnya GAM adalah sebagai sarana
kampanye hitam dari lawan tanding Mardjoko di arena politik Banyumas. Ketiga,
kemunculan GAM merupakan strategi politik dari Mardjoko sendiri guna mencari
tahu dan mengidentifikasi seberapa banyak orang yang kontra Mardjoko dan
seberapa banyak yang pro pada kepemerintahanya. Maka dari itu, kemunculan
gerakan ini tidak bisa dianggap remeh terhadap situasi perpolitikan Banyumas.
Melihat
lebih dekat sosok mardjoko
Sebelum kita terjun kepada pembahasan mengenai Gerakan
Anti Mardjoko secara mendalam, tak ada salahnya jika kita mengetahui lebih
dekat tentang sedikit profil dan biografi sosok bupati Banyumas, Mardjoko.
Berikut sedikit profil dari Drs. H. Mardjoko, MM [1].
a.
Nama Lengkap
: Drs. H. Mardjoko, MM
b.
Tempat tanggal lahir : Notog, 13 maret 1946.
c.
Pendidikan Terakhir : Magister Manajemen
d.
Pekerjaan
: Pensiunan ESELON IA
Bupati Banyumas
Periode 2008-2013
e.
Agama
: Islam
f.
Alamat : Jalan Kabupaten No.
1 Purwokerto
RT/RW : RT.03 RW.04
Kelurahan Sokanegara
Kecamatan Purwokerto Wetan
Kita tentu ingat dengan jargon “Membangun Banyumas dengan Investasi”,
dengan jargon inilah Calon Bupati yang kala itu disokong oleh Partai
Kebangkitan Bangsa ini pada PILKADA BANYUMAS 2008 dapat mengambil hati
masyarakat Banyumas dan memenangkan PILKADA hanya dalam satu putaran
dengan menggandeng Ahmad Husein sebagai
wakilnya. Bupati “ngapak” yang satu ini memang bupati yang cukup kontroversial
pada masa kepemerintahanya, banyak kebijakan-kebijakanya yang dinilai menyalahi
hukum oleh sebagian kalangan masyarakat. Alhasil, demopun bermunculan
beriringan dengan berputarnya roda kepemerintahanya.
Kebijakan-kebikan
strategis mardjoko
A.
Kewenangan Bupati kepada Media
Salah satu kasus yang perlu kita ingat adalah ketika
Mardjoko pada 2 bulan awal kepemerintahannya mengeluarkan kebijakan yang
dinilai arogan dan menyalahi hukum bagi para wartawan, kebijakan tersebut
adalah ketika Mardjoko hanya memperbolehkan Bupati saja yang berwenang
berbicara kepada media terutama soal pengelolaan keuangan daerah dan pembinaan
pegawai. Pada akhirnya hal tersebutpun menyulutkan api amarah kaum wartawan
yang kemudian menyerbu kantornya dan melakukan demonstrasi. Meskipun didesak
wartawan Mardjoko tak gentar, dia justru mencopot jabatan Kepala Humas dengan
alasan bahwa jubir itu tidak dapat menyampaikan kebijakan kepada media massa dengan baik. Selain
itu, Mardjoko pun berdalih bahwa dirinya bukan bermaksud menghalang-halangi
wartawan guna mendapatkan informasi dan menganggap kebijakan tersebut sudah
benar dan beliau menganggap para wartawan pun dapat menerima. Mardjoko pun
merpertegas bahwa sebagai pejabat baru dia tidak ingin informasi yang
disampaikan kepada masyarakat menjadi bias. Maka dari itu, sebelum memberikan
informasi perlu dikomunikasikan kepada pemimpin terlebih dahulu sebelum sampai
ke telinga masyarakat.
B.
Perombakan Alun-alun kota
Purwokerto
Belum genap 3 bulan berkuasa bupati “ngapak” Mardjoko
membuat sebuah gebrakan kontroversial untuk Banyumas, beliau membuat kebijakan
perombakan alun-alun kota Purwokerto, ibu kota Banyumas. Alun-alun
yang dulunya terbelah menjadi dua dipisahkan oleh satu jalan ditengahnya serta
penuh dengan PKL (Pedagang Kaki Lima) disisi-sisinya disulap menjadi alun-alun
yang satu lapang atau tidak terpisah dan juga memindahkan lokasi PKL di Jalan
Rajasemangsang, sekitar 30 meter dari alun-alun guna menjadikan alun-alun lebih
steril dan tidak terlihat kumuh. Kebijakan strategis ini ternyata menuai kontroversi
bagi kalangan seniman. Para seniman menuding
bahwa kebijakan perombakan alun-alun ini melanggar hukum karena merusak cagar
budaya. Meskipun diprotes sana
sini, perombakan alun-alun kala itu tetap berjalan dan membuahkan hasil yang
tidak mengecewakan. Alun-alun yang dulunya terlihat kumuh oleh PKL sekarang
menjadi alun-alun yang cantik dengan ditanami rumput yang berkualitas di
atasnya, polesan disana sini membuat alun-alun kebanggaan warga Banyumas ini
semakin nyaman untuk wahana wisata keluarga dan salah satu tempat rekreasi yang
tidak dapat dilewatkan bagi para wisatawan. Perombakan alun-alun ini sendiri
bukannya tanpa tujuan yang berarti, perombakan ini dilakukan guna menyedot
investor dari luar guna melakukan investasi di Banyumas dan perombakan ini
merupakan salah satu step realisasi dari jargon “Membangun Banyumas dengan
Investasi”[2].
C.
Relokasi Gedung Kesenian Soetedja
Kepemerintahan Mardjoko rupanya memang penuh dengan
kontroversi yang melahirkan banyak pro dan kontra dari masyarakat Banyumas.
Kebijakan terbaru Mardjoko yang dinilai kontroversial dan masih hangat
diperbincangkan di berbagai kalangan terutama seniman adalah rencana
dipindahkanya Gedung Kesenian Soetedja. Gedung kesenian yang sering digunakan
sebagai tempat berlangsungnya ajang festival musik underground dan banyak
acara-acara seni ini rencananya hendak di relokasi dan ditempatkan di dekat GOR
Satria Purwokerto. Pemindahan ini dikarenakan adanya perluasan lokasi Pasar
Manis yang berakibat pada penggusuran Gedung Kesenian yang penuh dengan histori
tersebut. Hal ini pun akhirnya kembali mengundang kecaman dari para seniman dan
budayawan Banyumas. Seniman yang kini aktif dan frontal guna menolak relokasi
Gedung Kesenian Soetedjo ini adalah Lodse Band. Band besar reggae Purwokerto
ini dalam setiap aksi panggungnya senantiasa membawa spanduk bertuliskan “SAVE
SOETEDJO BUILDING” yang menggambarkan betapa band yang digawangi oleh Anung
Soemargo dan kawan-kawan ini begitu menyayangkan dan menolak keras relokasi
Gedung Kesenian warisan budaya Banyumas tersebut.
Bahkan pada aksi panggungnya di Taman Kota Andhang
Pangrenan yang ditonton langsung oleh Bupati Mardjoko, mereka tetap mengibarkan
spanduk dan menyuruh penonton untuk memegangnya. Aksi inipun mendapat tanggapan
arogan dari bupati Mardjoko, setelah aksi panggung selesai Mardjoko dan
kroni-kroninya dengan kewenanganya menyita spanduk “save soetedjo building
tersebut. Tak berhenti sampai dsitu band ini juga memproduksi kaos-kaos
bertulisan lantang “Save
Soetedjo Building ”
yang dijual melalui online maupun
langsung dan dipromosikan pada setiap aksi panggungnya. Lagu “ditepinya sungai
serayu” karya legenda dari R. Soetedja pun di aransemen ulang dengan balutan
irama reggae yang khas dari Lodse dan dibawakan pada setiap performasinya guna
mengajak masyarakat untuk menguri-uri budaya Banyumas serta mengangkat betapa
banyak nilai historis dari Gedung Kesenian Soetedjo. Pada akhirnya dukungan pun
mengalir dari para kaum pers, musisi, budayawan, mahasiswa dan tentunya dari
para Tukang Lodse (sebutan bagi para penggemar setia Lodse Band). Tak sampai
disini, Anung Soemargo selaku frontman dari Lodse yang beberapa waktu lalu
penulis temui di Padepokan Seni Satria mengemukakan bahwa akan ada rencana aksi
yang lebih besar lagi guna menolak relokasi Gedung Soetedjo namun aksi tersebut
masih dalam proses perencanaan[3].
Perkembangan banyumas
pada masa kepemimpinan Mardjoko
Banyaknya benturan yang
terjadi antara rakyat dengan kepemerintahan Mardjoko menandakan betapa
masyarakat Banyumas begitu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Gebrakan Mardjoko yang banyak dinilai kontroversial oleh sebagian masyarakat
selalu dikritisi oleh beberapa kalangan. Terlepas dari itu semua, melihat fakta
yang ada, keberanian Mardjoko menata Banyumas bukannya tidak mendapatkan hasil.
Sebaliknya, fakta mebuktikan dalam sektor perekonomian sejumlah investor mulai
masuk menginvestasikan dananya di Purwokerto. Contoh di sektor jasa, dua hotel
kelas nasional dibangun di Purwokerto. Ratusan restoran dan rumah makan
berkembang pesat. Investasi juga masuk di sektor industri. Pabrik semen Panasia
dibangun di Desa Tipar Kidul, Ajibarang. Nilai investasinya Rp2,9 triliun. Di
Gunung Slamet, Baturaden, muncul pembangkit listrik tenaga panas bumi atau
geothermal. Nilai investasinya mencapai Rp7,9 triliun. Selain itu Mardjoko juga
menggandeng rekan-rekannya, para bupati di sekitar Banyumas. Bupati
Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, dan Kebumen, pun digandeng. Mereka diajak
merintis operasional lapangan udara Wirasaba milik TNI Angkatan Udara. Lapangan
itu disulap menjadi bandara komersial. Dan proses ini masih berjalan hingga
detik ini. Lapangan udara itu memang berada di Kabupaten Purbalingga. Namun,
Mardjoko ingin lapangan udara itu berkembang. Prinsipnya, jika lapangan itu
berkembang, maka daerah sekitarnya ikut tumbuh. Jika bandara dibuka, ekonomi
berputar lebih cepat. Banyumas, kata Mardjoko, pasti ikut menikmati hasilnya.
Hasilnya pun kini mulai
tampak. Berikut tabel perkembangan Pendapatan asli daerah (PAD) Banyumas era
sebelum Mardjoko-era Mardjoko.
Tabel 1
Perkembangan
Pendapatan Asli Daerah
Era
kepemerintahan
|
PAD Kab. Banyumas
|
Predikat
|
sebelum era Mardjoko
|
Rp40 miliar per tahun
|
Disclaimer
|
Era Mardjoko
|
Rp200 miliar per tahun
|
wajar tanpa pengecualian
|
Sumber: viva news.com/ 25/10/2012
Sebelum era Mardjoko, hanya
Rp40 miliar per tahun. Setelah gebrakan Mardjoko, PAD Banyumas meroket jadi
Rp200 miliar per tahun dan naik lima
kali lipat. Selama menjabat, dia juga menyabet 132 penghargaan di berbagai
bidang. Laporan keuangan kabupaten dengan 27 kecamatan ini pun termasuk baik.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat “wajar tanpa pengecualian”
untuk Banyumas, pada laporan 2009, 2010, dan 2011. Sebelumnya, Banyumas
dapat stempel disklaimer dari badan pemeriksa itu.[4]
Melihat data diatas, masa
kepemerintahan Mardjoko memang tak bisa dipungkiri telah menelurkan banyak
prestasi dan mendongkrak kemajuan ekonomi Banyumas walaupun dalam beberapa
program yang digagasnya menuai kecaman dari beberapa pihak. Lantas pertanyaan
pun muncul berkaitan dengan berdirinya Gerakan Anti Mardjoko menimbang
perkembangan Banyumas yang cukup signifikan ini.
Latar belakang kemunculan GAM
“Partisipasi
masyarakat dalam pergantian elit di tingkat lokal memang berbeda-beda, ada yang
sebagai kelompok pendukung sebagai kelompok oposisi maupun sebagai kelommpok
netral yang mencoba mengawasi proses sirkulasi elit”.[5]
Mungkin bila dikaitkan dengan
GAM, gerakan ini tergolong kepada oposis namun juga bisa di sebut netral karena
GAM mewakili masyarakat mengaspirasikan kekecewaan terhadap kepemimpinan
Mardjoko. Gerakan yang bersemboyan “mardjoko?
Ora !” ini melebarkan sayapnya lewat media-media sosial tak terkecuali
disebuah situs pengunggah video www.youtube.com yang penulis lihat
baru-baru ini guna menelaah lebih jauh tentang GAM ini. Dalam video tersebut
para pembesar GAM yang tidak dicantumkan namanya menyatakan dengan lugas
bahwa sosok Mardjoko dinilai sebagai
pemimpin; yang tidak berpihak kepada rakyat. Mardjoko dinilai tidak
merealisasikan janji-janji politiknya untuk kabupaten Banyumas dan hanya
cenderung mengutamakan para investor yang datang untuk mengembangkan bisnisnya
di tingkat lokal. Selain itu, Mardjoko juga dinilai hanya memfokuskan
pengembangan di kota
khususnya Purwokerto. Hal ini mengakibatkan pembangunan di desa-desa menjadi
tak terurus dan seolah terbengkalai. GAM melalui video tersebut menegaskan
bahwa pembangunan hotel-hotel dan mall-mall di kota Purwokerto dan sekitarnya bukanlah suatu
indikator kemajuan ekonomi kabupaten
Banyumas secara keseluruhan karena rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari
kebijakan-kebijakan Mardjoko tersebut. Suatu janji kampanye Mardjoko yang
hendak mendirikan pabrik kecap di cilongok sampai kini hanyalah menjadi isapan
jempol belaka. Hal ini dinilai sebagai kebohongan politik yang dahsyat yang
menjadi salah satu motif berdirinya GAM, tutur seorang pembesar GAM yang
merupakan salah satu anggota Partai Kebangkitan Bangsa yang dulu mengantarkan
Mardjoko menduduki kursi Banyumas 1. melihat pernyataan tersebut tampak jelas
bahwa kemunculan GAM dilatarbelakangi faktor kekecewaan rakyat terhadap
kepemerintahan Mardjoko yang dinilai menyakiti hati masyarakat.
Dalam video pendek yang
berdurasi 3 menit tersebut, GAM juga memberikan klarifikasi bahwa GAM merupakan
gerakan yang anti kekerasan dan cinta damai.[6]
Gerakan separatis yang kontra Mardjoko ini melebarkan sayapnya lewat jejaring
sosial seperti facebook, youtube dan situs lain. Hal ini berkaitan dengan
tujuan mereka untuk menghimbau Masyarakat baik kalangan muda sampai tua, rakyat
kelas bawah hingga kelas atas untuk tidak kembali memilih Mardjoko pada PILKADA
yang tinggal menghitung hari. GAM juga menyatakan bahwa gerakan mereka telah
banyak mendapatkan dukungan dari masyarakat Banyumas[7].
Hal ini secara tidak langsung menambah panasnya suhu persaingan politik
menyambut PILKADA 2013.
Gam dan tudingan kampanye hitam
Munculnya GAM dekat dengan
PILKADA Banyumas 2013 tentu tidak lepas dari kecurigaan media akan adanya
kampanye hitam dalam pergerakan tersebut. Timbul spekulasi bahwa GAM merupakan
suatu alat politik dari calon lain untuk menjatuhkan citra Mardjoko menjelang
pemiliha. Seperti yang dilansir JPNN baru-baru ini, melihat geliat perkembangan
politik lokal Banyumas saat ini JPNN
menaruh kecurigaan terhadap adanya kampanye hitam dalam tubuh GAM. Untuk
mencari titik temu, JPNN media lokal Purwokerto inipun meminta penjelasan dan
klarifikasi langsung dari salah satu koordinator GAM yang bernama Syarif
Hidayatulloh. Syarif menjelaskan bahwa munculnya gerakan tersebut lahir dari
rasa kekecewaan atas kepemimpinan Bupati Banyumas Drs. H. Mardjoko. MM saat
ini. "Ini perkumpulan orang yang merasa kecewa atas janji-janji politik
yang tidak terealisasi," ujar Syarif kepada media. Dia mencontohkan langkah
Bupati Mardjoko yang berupaya mempersolek Banyumas. Menurutnya, hal itu hanya
dilakukan di wilayah perkotaan saja. "Seharusnya bisa menyeluruh ke
wilayah pedesaan. Karena desa juga menjadi ikon Banyumas yang perlu
ditingkatkan segala lininya," ujarnya. Syarif mengatakan, pergerakan dan
sikap kekecewaan tersebut mulanya beragam.
Demikian halnya soal istilah
sikap antipatinya. "Mulanya ada yang menamakan ABM, Geram, ada juga GAM.
Nah setelah disatukan, kita istilahkan GAM," kata pria asal Cilongok ini
yang menyebut pergerakan sudah menyebar di sejumlah wilayah Banyumas. Lantas
pertanyaannya, apakah pergerakan itu merupakan upaya menunjukkan tokoh atau
pergerakan parpol lain guna pemenangan Pilkada mendatang? Syarif dengan tegas menyangkal tudingan ini. Dia
memastikan, pergerakan tersebut sama sekali tidak terikat pada kepentingan
Parpol maupun urusan politik lainnya. "GAM ini hanya menginginkan kalau
pemimpin ke depan harus bisa memajukan Banyumas dengan nyata," terang
Syarif. Dia kembali memastikan, pergerakan tersebut sama sekali tidak membawa
bendera partai maupun ormas apapun. Pergerakannya, murni menginginkan perubahan
Banyumas menuju lebih baik. "Kalaupun ada kita semua melepas baju,"
tandasnya. Penjelasan ini seolah menampik spekulasi masyarakat dan media yang
menganggap ada dalang politis dibalik munculnya GAM.
Munculnya
“poros tengah” dan kaitanya dengan GAM
Dalam perjalanan penulisan
jurnal ini, penulis banyak mendapatkan spekulasi-spekulasi dari berbagai pihak
& masyarakat Banyumas yang penulis temui di berbagai kesempatan mengenai
desas desus kehadiran GAM menyambut pesta demokrasi di Banyumas. Dan spekulasi
yang kembali menyengankan penulis adalah tentang munculnya calon bupati yang
dituding mendapat dukungan dari GAM. Hal ini
membuat penulis ingin meneliti lebih jauh tentang spekulasi yang kembali
menyudutkan Gerakan anti incumbent ini.
Kita dapat melihat bahwa
kekuatan politik Banyumas sekarang telah terpecah menjadi dua yaitu antara
Mardjoko dan Hussein yang kini saling berkompetisi dalam PILKADA 2013. Melihat
banyaknya calon bupati yang kurang mendapat simpati masyarakat, kemudian
digembor-gemborkan akan adanya poros tengah yang memiliki kekuatan tersendiri,
dialah Muchsonudin, S. Ag seorang guru agama yang bersahaja yang dituduh sebagi
wakil dari GAM dalam PILKADA 2013. Menanggapi isu tersebut penulis memutuskan berwawancara
langsung dengan seorang tokoh pondok pesantren NU Al-Ikhsan Beji yang juga
merupakan seorang pengamat politik Muhammad Najib yang pernah dekat dengan pak
Muchson. Beliau menjelaskan bahwa kemunculan GAM secara otomatis akan langsung
menyudutkan satu calon dan secara tidak langsung mendukung calon lain.
Maksudnya ketika ada GAM secara otomatis akan ada tudingann bahwa GAM mendukung
calon lain. Munculnya calon Bupati Muchsonudin, S. Ag yang santer disebut
sebagai jago dari GAM ditanggapi secara objektif oleh Najib, beliau menjelaskan
dengan tidak memihak pada siapapun bahwa tidak ada salahnya bila kita mengklaim
bahwa Muchsonudin berasal dari GAM karena memang janji-janji kampanyenya
merupakan suatu program yang didamba-dambakan anggota GAM yaitu pengembangan
desa. Namun, tidak memungkiri juga bahwa mungkin Muchsonudin hanya memanfaatkan
suasana politik banyumas yang kini memanas untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat[8]. Pernyataan dari seorang tokoh agama yang
berpengaruh dalam perpolitikan Banyumas ini memberikan kerangka berfikir baru
bagi kita. Hal ini membuat GAM semakin kontroversial yang penuh dengan misteri
dan intrik di dalamnya. Jika benar GAM juga berpartisipasi dalam PILKADA 2013
dengan mencalonkan seorang figur tentu hal ini sama dengan kampanye hitam yang
ditujukan menjatuhkan nama Mardjoko dan mengangkat nama Muchson. Namun jika GAM
merupakan gerakan murni kekecewaan masyarakat GAM harus memegang komitmen bahwa
tidak terikat satu warna pun dan putih dari golongan partai dan calon manapun.
Banjir spekulasi dan pernyataan yang bermuculan dari tokoh-tokoh dan masyarakat
Banyumas menanggapi isu GAM merupakan rupa wajah demokrasi Banyumas yang sedang
bergejolak.
Kesimpulan
Gerakan Anti Mardjoko adalah
gerakan yang menolak dipilihnya kembalii Mardjoko sebagai Bupati Banyumas,
karena bapak Mardjoko dinilai telah menyakiti hati masyarakat dengan tidak
merealisasikan janji kampanyenya. Banyak kebijakan-kebijakan Mardjoko yang
dinilaii kontroversial seolah menjadi batu sandungan yang menjatuhkan citra
Mardjoko itu sendiri. Banyak kalangan yang mengkritisi kepemerintahan Mardjoko dengan
dingin. Pro dan kontra kebijakan-kebijaknya terus bergulir. Namun secara
objektif memang pada kepemerintahan Mardjoko perkembangan ekonomi Banyumas naik
5 kali lipat dan pembangunan kota pun terus berjalan, Purwokerto pun di poles
dengan apik yang membuat semakin nyamannya warga untuk tinggal dan wahana
rekreasi bagi para turis serta secara tidak langsung bertujuann guna mengundang
para investor untuk mau menginvestasikankan dananya di kabupaten Banyumas.
“Membangun Banyumas Dengan Investasi” memang di nilai sukses pada saat
kepemerintahan Mardjoko. Dalam bidang ekonomi dan pembangunan kota Mardjoko memang dinilai luar biasa dalam
memimpin Banyumas.
Akan tetapi, dalam bidang
kebudayaan Mardjoko selalu mendapatkan hujatan dari para budayawan serta
tokoh-tokoh masyarakat karena banyak kebijakannya yang penuh dengan
kontroversi. Walaupun PAD Banyumas naik 5 kali lipat namun hal ini mendapat
sanggahan dari GAM yang muncul mewakili aspirasi masyarakat. GAM meneriakan
bahwa perkembangan Banyumas hanya berpusar di kota saja dan menjadikan desa-desa di
kabupaten Banyumas menjadi terbengakalai. Janji kampanye Mardjoko yang hendak
mendirikan pabrik kecap di Cilongok kini hanya menjadi isapan jempoll belaka.
GAM menambahkan bahwa naiknya laju perkembangan ekonomi Banyumas tidak di
nikmati oleh seluruh masyarakat Banyumas. Teriakan-teriakan kekecewaan dari GAM
ini tentu sangat berpengaruh bagi suhu perpolitikan Banyumas mengingat PILKADA
Banyumas yang tinggal menghitung hari.. Gerakan yang mengatasnamakan kekecewaan
masyarakat ini banyak mendapat tudingan
miring dari masyarakat maupun media akan adanya kampanye hitam dari
calon lain guna menjatuhkan Mardjoko. Namun setelah diklarifikasi GAM
menyatakan bahwa mereka adalah gerakan yang murni kekecewaan masyarakat yang
tidak memihak kepada siapapun dan calon manapun. GAM hanya mengharapkan
siapapun Bupati Banyumas yang terpilih bisa memajukan dan membawa Banyumas kearah
yang lebih baik. Namun, kontroversi terus bergulir dengan munculnya calon yang
disebut-sebut jago dari GAM yaitu Muchsonudin S. Ag yang memiliki visi misi
yang sama dengan GAM pada pembangunan desa yang juga disebut sebagai poros
tengah yang berdiri diantara dua kekuatan Mardjoko dan Hussein yang terbelah.
Munculnya Muchson ini tentu sangat berpengaruh dalam desas desus kenetralan GAM
yang masih banyak dipertanyakan. Melihat
situasi ini keobjektifan masyarakat Banyumas sedang diuji, masyarakat harus
lebih cerdas dalam memilih calon bupati sesuai hati nurani tanpa
mencampuradukan isu yang berkembang. Dan
secara tidak langsung kasus ini memang memberikan pendidikan politik tersendiri
bagi masyarakat khususnya warga Banyumas. Jadi kesimpulanya masyarakat
sendirilah yang harus menyimpulkan dan memilih, yang penulis harapkan dengan
kemunculan gerakan ini tidak menimbulkan konflik-konflik yang berdampak buruk
bagi wajah demokrasi di Banyumas.
Bibliografi
Durorudin Mashad , konflik antar elit politik
lokal , ed. Moch Nurhasim (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2005)
Nurhasim, Muhammad. 2005. Konflik Antar Elit Politik
Lokal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
You Tube, volume 1. “ Gerakan Anti Mardjoko”. Flv,
2012.
Purwoko, Profil Bupati Banyumas”, Wordpress.com,
dalam http://purw0ko.wordpress.com/profil-bupati-banyumas/(diakses
5 januari 2013)
Huda, Eko S “ Mardjoko Ambisi
Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober 2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak
(diakses 5 januari 2013)
Soemargo,Anung. Padepokan Seni Satria. Oleh Fito Akhmad Erlangga. Desember 2012.
[1]
Purwoko, Profil Bupati Banyumas”, wordpress.com, dalam http://purw0ko.wordpress.com/profil-bupati-banyumas/(diakses
5 januari 2013)
[2]
Eko huda, “ Mardjoko Ambisi Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober
2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak
(diakses 5 januari 2013)
[3]
Wawancara dengan Anung Soemargo, Desember
2012.
[4]Eko huda, “ Mardjoko
Ambisi Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober 2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak
(diakses 5 januari 2013)
[5]Durorudin Mashad, dkk , konflik antar elit politik lokal , ed. Moch
Nurhasim (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2005),
6.
[6]
You Tube, vol 1. “ Gerakan Anti Mardjoko”. Flv,
2012.
[7]
Alumni jpn, “Jelang pilkada muncul GAM “, jawa pos national network.politik, 2
november 2012, dalam http://www.jpnn.com/read/2012/11/02/145542/Jelang-Pilkada-Muncul-GAM-(
diakses 5 januari 2013)
[8]
Wawancara dengan Mohammad Najib, 5 Januari
2012.
No comments:
Post a Comment