Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, yang
disempurnakan Undang-Undang proses desentralisasi, menghendaki kekuasaan
terdistribusi hingga ke lapisan bawah di masyarakat. Perwujudan atas
desentralisasi tersebut ialah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, setiap
daerah mendapat hak otonomi. Pemberian hak otonomi kepada daerah dimaksudkan
untuk mencapai efektifitas penyelengaraan pemerintahan terutama dalam
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemunculan otonomi
daerah ini mengakibatkan banyak terjadi perubahan-perubahan di daerah berupa
perubahan positif maupun negatif. Apalagi di era globalisasi ini, Pemerintah
Daerah tentu akan semakin banyak menghadapi masalah dan kendala. Tantangan global di masa
depan menjadi isu hangat di Indonesia. Sejauh mana peran dan upaya pemerintah
daerah dalam menghadapi berbagai masalah yang akan timbul nantinya. Pemerintah
Daerah harus dapat mandiri serta terbuka dalam membangun dan mengelola dengan
baik wilayahnya agar tidak tertinggal daerah lain. Namun, pemerintah daerah
harus tetap bijak agar tidak kehilangan jati diri dan kearifan lokal setempat
di tengah derasnya arus globalisasi.
Kata kunci :
pemerintah, daerah, otonomi, global
Pendahuluan
Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang
ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan
yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Tanggung jawab yang
dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan. Otonomi menjadi
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu
yang secara nyata ada dan diperlukan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang di
daerah. Munculah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap
pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh
kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan
peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Tuntutan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah akan semakin kompleks sejak bergulirnya era globalisasi. Pemerintah
daerah diharuskan menyiapkan sistem birokrasi yang efisien dengan mengembangkan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja kelembagaannya, yang tentunya
dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas.[1] Semakin kompeks tuntutan masyarakat,
maka semakin banyak persoalan yang menghadang pemerintah daerah dalam rangka
mengembangkan potensinya. Sangat diperlukan profesionalitas dan kerja sama antar
elemen masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah yang akan timbul nantinya. Di
sinilah peran vital Pemerintah Daerah dengan hak otonominya.
Dalam pelaksanaan otonomi ini setiap
penetapan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah sangat berpengaruh
terhadap perkembangan daerahnya. Dampak
yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung,
pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang
rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan
kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat
perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan
penerapan otonomi daerah itu sendiri.
Latar Belakang Otonomi Daerah
Terjadinya
krisis pada masa pemerintahan Orde Baru, yang salah satunya di akibatkan oleh
sistem manajemen negara dan pemerintah yang sentralistik, dimana kewenangan dan
pengelolaan segala sektor pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat,
sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur
daerahnya. Kewenangan pemerintah daerah pada masa itu sangatlah dibatasi.
Kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah sangat terlihat. Perlu adanya perubahan
atau reformasi sistem pemerintahan dari sentralistik atau terpusat ke sistem
desentralisasi dengan membuka kesempatan kepada daerah.
Sebagai
respon terhadap krisis tersebut, pada masa reformasi di
canangkan suatu kebijakan restrukturasi sistem pemerintahan yang cukup penting,
yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah. Otonomi daerah di anggap dapat menjawab tuntutan pemerataan
pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
kehidupan berpolitik secara aktif. Selain itu, otonomi daerah dianggap sebagai opsi yang tepat meningkatkan
derajat keadilan sosial serta distribusi kewenangan secara proposional antara
pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota dalam
hal penentuan kebijakan publik, penguasaan aset ekonomi dan politik serta
pengaturan sumber daya lokal. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.[2]
Adapun alasan mengapa otonomi daerah pada masa
itu sangat di butuhkan adalah :
1. kehidupan berbangsa
dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu, pembangunan di wilayah lain diabaikan.
2. pembagian dana
pengelolaan Sumber Daya Alam tidak adil dan merata.
3. kesenjangan sosial.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.[3] Kebijakan
melalui UU ini merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya
bersifat terpusat menjadi desentralisasi meliputi antara lain penyerahan
kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang
lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah dihitung sejak keluarnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka telah berjalan selama 13 tahun di Indonesia. Walaupun
dalam prakteknya masih banyak ditemui berbagai kendala.
Otonomi Daerah dan Globalisasi
Menurut
asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global yang maknanya ialah universal.[4] Globalisasi berarti semakin dekat dan
mudahnya hubungan antar bangsa dan negara dalam berbagai bidang sehingga
batas-batas suatu wilayah menjadi kabur. Dalam bidang perekonomian globalisasi
identik dengan perdagangan bebas. Saat
ini, hampir tiap negara bersiap-siap untuk menyambut dan menghadapi era
perdagangan bebas, baik dalam organisasi AFTA, APEC maupun WTO. Setiap negara
berupaya secara maksimal untuk menciptakan sistem kebijakan yang mampu
menciptakan iklim perekonomian yang kondusif. Hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan investasi dalam negeri serta mampu mendorong masyarakat untuk
bermain di pasar global. Salah satu implikasi dari kondisi di atas adalah
adanya tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap efisiensi, dan
efektivitas sektor publik (pemerintahan). Hal tersebut disebabkan pasar tidak
akan kondusif jika sektor publiknya tidak efisien.
Dalam bidang pembangunan, daerah dituntut
untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan
masih adanya bantuan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana
publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti
ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan
sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan perekonomian daerah. Daerah
juga diharapkan mampu menarik investor baik asing maupun lokal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah.
Otonomi Daerah dapat menjamin keleluasaan
kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, yaitu:
1.
Menciptakan
efektifitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.
Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat.
3.
Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.[5]
Globalisasi dalam bidang ekonomi telah meningkatkan persaingan antar
negara-negara dalam suatu sistem perekonomian internasional. Salah satu cara
menghadapi dan memanfaatkan perdagangan internasional adalah meningkatkan daya
saing melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja. Pemerintah Daerah
perlu membuat suat langkah yang tepat guna membendung pasar bebas agar tidak
tenggelam dalam serangan produk-produk asing dan lebih memberdayakan serta
mengembangkan produk lokal setempat.
Tantangan Global Masa Depan
Masa yang akan datang akan berbeda dengan masa lampau. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu. Masyarakat Indonesia
sedang mengalami perubahan, dari masyarakat pedesaan (rural) menjadi masyarakat perkotaan (urban), dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri atau
jasa, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, dari masyarakat
paternalistis menjadi demokratis, dari masyarakat feodal menjadi masyarakat
egaliter, dari makhluk sosial menjadi makhluk ekonomis.[6] Dari sisi penyelenggaraan
negara, negara kita mengalami perubahan dari sistem sentralistik atau terpusat
ke desentralistik. Proses perubahan tersebut sangat rawan timbul
masalah-masalah di era globalisasi ini. Diperlukan kesiapan dari setiap
Pemerintah Daerah serta prencanaan strategi yang matang dalam persaingan
global. Jika daerah tak mau tertinggal oleh daerah lain dan kemajuan zaman, maka
diperlukan upaya dan peran aktif segenap masyarakat.
Salah satu kendala yang umum terjadi ialah relatif rendahnya kemandirian
daerah dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Akibatnya, berbagai kegiatan pembangunan
terancam gagal. Selain itu, masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia juga
turut menghambat pembangunan daerah. Pemberdayaan masyarakat akan terhambat
jika SDM belum optimum, di mana peningkatan pendidikan juga akan menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah.
Selain kemandirian dan kualitas SDM daerah yang rendah, masih ada beberapa
kendala yang akan dihadapi Pemerintah Daerah di era globalisasi seperti saat
ini. Beberapa
masalah yang kemungkinan timbul antara lain sebagai berikut :
1.
Timbulnya rasa ego serta rasa bersaing antar daerah yang dapat memicu
perpecahan.
2.
Birokrasi
pemerintahan terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN dan sukar
menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat.
3.
Kecenderungan
akselerasi perekonomian global yang bebas menembus batas negara, melalui
banjirnya produk, jasa, dana dan informasi dapat mengikis perekonomian lokal.
4.
Pembangunan yang belum merata setiap daerah.
5.
Konflik-konflik poltik serta isu SARA.
6.
Lunturnya jati diri serta karakteristik masyarakat daerah karena
gempuran globalisasi.
7.
Rendahnya rasa toleransi dan saling menghormati antar
masyarakat.
8.
Persaingan bisnis dan pasar yang tidak sehat dan
cenderung mengarah kepada kapitalisme.
Konflik Politik dan KKN
Belakangan terakhir, konflik pemilukada menjadi
berita yang tidak kalah merisaukan dibanding korupsi. Akhir tahun 2011 lalu
konflik pemilukada terjadi di Kotawaringin Barat (Kalteng) dan Kabupaten
Puncak (Papua Barat) ternyata berlanjut lagi di tempat lain. Di awal tahun 2012
ini, konflik berlatar belakang pemilukada juga menyusul di Kabupaten Tolikara,
Papua (14-18/2) dan juga di Balangan, Kalsel.[7] Sebagaimana diketahui, pemilukada
merupakan buah langsung dari pelaksanaan otonomi daerah. Semenjak berlakunya UU
No.32 tahun 2004 yang mengatur kewenangan mengelola daerah, pemilukada pun
susul menyusul. Pola sentralistik semasa orde baru yang dituding tidak
memberikan efek pembangunan bagi daerah coba diatasi dengan penerapan
desentralisasi atau otonomi daerah. Melalui otda, maka diharapkan ketimpangan
dan kesenjangan pembangunan dapat dihilangkan.
Dalam perjalanan otonomi daerah
memang daerah (provinsi dan kabupaten) memiliki otoritas atau wewenang dalam
mengelola daerahnya. Semisal, penanaman modal dari pihak asing dapat langsung
ke daerah. Sementara di lain sisi, otonomi daerah juga memunculkan dampak yang
tidak diinginkan (laten). Sebagian pihak mengamati otonomi daerah telah
melahirkan “raja-raja” kecil di daerah. Hal ini mengingat kewenangan kepala
daerah yang lebih besar daripada kewenangan kepala daerah di masa sentralistik.
Politik dan unsur kekuasaannya memang disebut sebagai ajang mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan di daerah juga menimbulkan
persaingan antar pihak. Mengamati konflik antar (kubu pendukung) kontestan
pemilukada dapat kita simpulkan bahwa faktor modal kampanye besar sebagai salah
satu pemicu konflik. Sebenarnya setiap calon kepala daerah memiliki kans untuk
meraih kepemimpinan. Hal ini karena
pemilihan kepala daerah dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung. Apalagi
semua kontestan pemilukada memiliki kesempatan sama untuk mengampanyekan diri
melalui visi-misinya dalam memimpin daerah melalui media seperti baliho,
spanduk, pamflet, iklan, dsb. Hanya ada pembeda di antaranya besar modal
kampanye. Modal kampanye yang besar dapat memicu konflik ketika lahir ketidakpuasan
dari calon yang kalah. Misalnya seorang kontestan yang telah mengeluarkan modal
kampanye yang sangat besar, namun tidak beruntung dalam persaingan. Dalam hal
ini kalau motivasi kontestan sangat
besar untuk menang, maka kontestan yang kalah akan mempermasalahkan
kekalahannya dan kemenanganan kompetitornya.
Saat pemilukada juga sering
kita temui masing-masing kontestan saling menuding adanya kecurangan yang
dilakukan kompetitornya. Sehingga wajar jika terjadi saling lempar tudingan
kecurangan politik antar kontestan misalnya politik uang, serangan fajar,
keberpihakan penyelenggara pemilukada dsb. Kejadian yang berlanjut kemudian
pendukung dari calon atau peserta yang kalah mengeskpresikan kekecewaan dengan
cara yang tidak legal. Contoh saja seperti, pembakaran gedung atau instansi
tertentu yang menjadi sasaran amuk kekecewaan massa. Bahkan tidak jarang
fasilitas publik pun turut menjadi sasaran. Tentu saja ekspresi kekecewaan ini
menimbulkan kerugian bagi kehidupan publik.
Bukan hanya soal konflik antar
elite. Otonomi daerah juga dapat melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang
korup. Sekali lagi ini terjadi sebagai konsekuensi modal kampanye yang besar
dari kontestan untuk memenangi pemilukada. Modal kampanye yang besar selama
kampanye mau tidak mau akan berusaha ditutupi atau dikembalikan oleh kepala
daerah sebelum habis masa jabatan. Data Kemendagri per Juni 2011
lalumenunjukkan 158 kepala daerah (gubernur, walikota, bupati) menjadi
tersangka korupsi.[8] Di samping itu antar daerah juga kerap
terjadi persaingan atau tepatnya perebutan wilayah-wilayah yang potensial.
Perebutan wilayah ini bisa terjadi antar kabupaten, atau antar provinsi.
Fakta di atas tentu sangat memprihatinkan.
Betapapun, masalah perebutan kekuasaan yang kerap berimbas konflik antar kubu
dan korupsi tidak akan habis selama masih tertanam persepsi kekuasaan untuk
materi. Apalagi ketika persepsi “kekuasaan untuk uang” itu sudah sedemikian
melembaga. Perlu ada kesadaran serta komitmen bersama dalam meminimalisir
konflik dan terjadinya KKN dalam Pemerintahan Daerah.
Investasi Asing
Sebagai negara berkembang, Indonesia
berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing
untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Menyadari pentingnya penanaman modal
asing, pemerintah Indonesia terus berupaya menumbuhkan iklim investasi yang
kondusif guna menarik calon investor untuk menarik modal asing masuk ke
Indonesia. Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah
dilakukan agar para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dan
merasa nyaman dalam melakukan penanaman modal di Indonesia. Strategi-strategi
yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya tarik para investor
agar menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan mengeluarkan
peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah.
Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam bidang penanaman modal,
pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah tersebut berdampak pada penanaman modal asing. Salah satu
kebijakan yang sangat berpengaruh dalam kegiatan penanaman modal asing
ialah kebijakan desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi maka muncul
otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi
perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun pada
realitanya, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum berjalan
maksimal, termasuk dalam penanaman modal asing yang justru berdampak pada daya
tarik investor asing. Banyak permasalahan yang dihadapi oleh investor asing
terkait dengan pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di
bidang penanaman modal asing. Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain :
1. Tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang membingungkan investor asing karena tidak ada kepastian hukum.
2. Masih masih terbatasnya
dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah.
3. Masih terbatasnya
kapasitas keuangan daerah. Kondisi seperti ini
dapat mengakibatkan pemerintah daerah menyalahgunakan wewenangnya, misalnya
dalam pemungutan pajak dan izin lokasi yang dipersulit oleh pemerintah daerah
sehingga pada ujungnya investor asing membayar lebih untuk proses penanaman
modalnya.
4. Masih rendahnya kerjasama
antar pemerintah daerah. Dalam bidang investasi, antar pemerintah daerah justru
saling berlomba untuk meraih pendapatan asing daerah tertinggi.[9]
Masalah lainnya ialah Pemerintah Daerah harus juga melindungi industri
dan usaha-usaha lokal. Jangan sampai hadirnya investor asing menghambat
kemajuan investor dan industri lokal setempat. Pemerintah Daerah perlu
mengeluarkan kebijakan serta menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur proses
jalannya investasi di daerahnya. Jalannya roda perekonomian dan investasi di
daerah dapat berjalan seimbang. Investor asing dapat menanamkan modalnya dengan
nyaman, sedangkan perindustrian dan usaha lokal juga dapat terus berkembang
dengan baik. Perekonomian masyarakat lokal juga tidak mati oleh hadirnya bisnis
dari investor asing. Sehingga, akan tercipta iklim berinvestasi yang sehat
serta nyaman. Dapat saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat
daerah dan para investor baik asing atau lokal.
Kerja Sama Antar Daerah (KAD)
Kerja sama antar-daerah dapat menjadi salah satu alternatif
mengoptimalkan potensi masing-masing daerah. Pertimbangan efisiensi dan
efektifitas serta saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang
menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai regulasi
(peraturan pemerintah) mendorong kerjasama antar daerah. Kerja sama diharapkan
menjadi suatu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan
antar-daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan.
Kerjasama
Antar Daerah (KAD) hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada
adanya kesadaran bahwa daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai
satu tujuan. Kerja sama
Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan
kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah
yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan
mitra. Komitmen menjadi salah satu dasar penting pelaksanaan kerja sama.
Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan
isu-isu yang telah disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama
dibanding kepentingan masing-masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki
oleh para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan.
Secara
politis kerjasama ini harus menarik bagi semua daerah yang terlibat, maka juga
harus menguntungkan bagi semua daerah. Prinsip
”saling menguntungkan” inilah yang menjadi salah satu filosofi dasar kerjasama.
Isu-isu strategis yang berkaitan
dengan urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini adalah :
1.
Peningkatan Pelayanan Publik : Kerjasama
antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam meningkatkan
kualitas dan cakupan pelayanan publik.
2. Kawasan Perbatasan : Kerjasama dalam hal keamanan di kawasan
perbatasan juga menjadi salah satu isu strategis. Selain dalam hal keamanan,
kerjasama di kawasan-kawasan perbatasan juga difokuskan pada pengembangan
wilayah, karena daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar adalah
daerah tertinggal.
3.
Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Potensi Konflik : Usaha mitigasi bencana dan tindakan pasca
bencana serta usaha menjaga perdamaian antar wilayah dengan rasa saling
toleransi dari masyarakatnya.
4.
Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran :
Keterbatasan kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar
daerah menimbulkan adanya kemiskinan (kesenjangan sosial) dan pengangguran.
Melalui kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah
dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal dan pengembangan ekonomi
lokal, dalam rangka menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
5. Peningkatan peran Provinsi UU : 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan peran provinsi,
termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar daerah.
6.
Pemekaran daerah : Hal ini mengingat kebijakan
pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya.
Dalam
perkembangannya selama ini, sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri
untuk bekerjasama dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan
isu-isu strategis tadi. Berbagai bentukan kerjasama antar-daerah banyak yang
telah berkembang sebelum adanya peraturan perundangan yang khusus memayungi
Kerjasama Antar Daerah (KAD) dari pemerintah.
Namun, dalam perkembangannya Pemerintah kemudian merumuskan beberapa
kebijakan sebagai pedoman penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Setelah
era desentralisasi dan otonomi daerah, kebijakan yang mengatur tentang
Kerjasama Antar Daerah (KAD) adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005. Setelah itu, dimulai penyusunan PP mengenai
Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang kemudian disahkan pada tahun 2007, yaitu PP
No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah.[10]
Begitu disahkannya beberapa regulasi tentang kerja sama antar-daerah, maka kini
telah ada dasar hukum pelaksanaannya. Terbangunnya kerja sama antar wilayah diharapkan
dapat mengembangkan potensi Negara Indonesia di mata dunia.
Kepariwisataan Era Globalisasi
Pariwisata merupakan salah satu
sektor yang selama ini masih terpinggirkan sebagai sektor sampingan, sehingga
belum mampu memberi kontribusi berarti. Sedangkan sumberdaya telah tersedia
melimpah untuk mendukung pengembangannya., tinggal bagaimana strategi
pengelolaannya. Kompetisi tinggi di era globalisasi ini membutuhkan dukungan
stabilitas ekonomi bangsa dan pariwisata dengan modal besarnya sangat berpotensi
untuk dapat jaminan bagi pembagunan yang berkelanjutan, berkeadilan serta
pemerataan pembangunan.
Kearifan lokal dapat menjadi sarana pengembangan pariwisata suatu daerah. Secara geografis, tiap wilayah akan memiliki potensi yang berbeda, sehingga perlakuan dan corak pembangunannya pun perku dibedakan antar wilayah. Pariwisata merupakan potensi lokal yang ada di setiap wilayah. Pengembangan potensi pariwisata tergantung pada kecerdasan menangkap selera pasar dan profesionalisme pengelolaannya. Seiring dengan kemajuan IPTEK, pariwisata mempunyai peluang besar untuk dapat di kelola menjadi industri yang memiliki prospek baik dalam menarik investasi. Namun dua prinsip utama yang hendaknya selalu dijadikan acuan dalam mengembangkannya adalah kelestarian lingkungan dan keadilan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam proses pengembangan pariwisata, partisipasi masyarakat harus ditempatkan sebagai tujuan utama.
Antar
daerah harus berkompetisi dalam mempromosikan potensi wisatanya. Hal ini
hendaknya disikapi secara positif untuk semakin merangsang semangat untuk
mengembangkan pariwisata. Selain itu dengan otonomi derah tiap daerah bukan
tidak mungkin akan cenderung mementingkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), akibatnya pertimbangan kelestarian lingkungan dan keterjangkauan
masyarakat lokal untuk turut merasakannya dapat terabaikan. Perlu adanya
rencana pembangunan kepariwisataan yang matang dan terukur, sehingga tidak
menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar.
Dalam dinamika kehidupan bangsa yang
sekarang ada maupun dipengaruhi kondisi global pengembangan pariwisata dituntut
untuk mampu menyiasati terhadap segala keadaan buruk, seperti dampak gejolak
politik, wabah penyakit, krisis ekonomi, dan sebagainya. Disinilah kemudian
dirasakan perlunya dukungan semua pihak, sehingga pengembangan pariwisata
tidaklah semata-mata menjadi tanggung jawab satu instansi, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, atau satu pihak saja. Dalam konteks otonomi daerah, setiap
daerah dituntut mampu membuat strategi sesuai dengan potensi dan kemampuannya
dalam pengembangan pariwisata yang juga akan berpengaruh besar terhadap
pembangunan daerah.
Pariwisata sebagai sektor potensial
memberikan prospek yang cerah. Selain memberikan prospek yang cerah terhadap
bidang perekonomian, juga dapat memberikan dampak yang baik bagi kelestarian
budaya dan nilai-nilai kearifan lokal setempat di tengah zaman globalisasi.
Sektor pariwisata dapat mengembangkan ciri khas atau karakteristik budaya
setiap daerah. Selain itu, melalui pengembangan bidang pariwisata juga dapat
menjadi media bagi pemerintah daerah untuk mengenalkan seni dan budaya
masyarakat setempat ke daerah lain, bahkan kepada masyarakat mancanegara. Bali
merupakan salah satu contoh daerah di Indonesia yang telah mampu memajukan
daerahnya melalui bidang pariwisatanya. Hal ini perlu segera dilakukan oleh
daerah-daerah lain dan dilaksanakan menurut potensi wilayahnya masing-masing.
Fakta inilah yang menjadikan sektor pariwisata patut untuk diperhitungkan dalam
peranannya menghadapi tantangan global.
Pendidikan
Desentralisasi
pendidikan telah berlangsung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan, semua
urusan negara diserahkan ke daerah kecuali enam perkara, yakni keuangan,
pengadilan, kehakiman, luar negeri, agama, dan pertahanan keamanan. Dalam
kebijakan pendidikan dibutuhkan komitmen kuat dari daerah untuk mengembangkan
standar nasional pendidikan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi tantangan
pertumbuhan ekonomi yang makin pesat. Kompetensi standar kelulusan akan
melahirkan manusia-manusia yang unggul dari daerah-daerah. Komitmen yang
dimaksud adalah berupa alokasi anggaran yang lebih besar untuk pengembangan
mutu pendidikan. Setiap daerah harus memiliki standar biaya pendidikan. Hal ini
akan mengakibatkan tidak akan ada satuan pendidikan yang membebankan biaya
terlalu tinggi kepada masyarakat, khususnya jenjang pendidikan menengah. Jika
suatu daerah tidak memiliki standar pembiayaan, dikhawatirkan akan berpengaruh
pada kualitas dan mutu pendidikan di setiap sekolah.[11]
Kebijakan Otda memang merupakan
bagian integral dari program reformasi sistem pemerintahan dan pembangunan
secara menyeluruh, tetapi pendidikan adalah salah satu aspek yang mendapat
perhatian sangat besar di dalamnya. Bidang pendidikan, khususnya pendidikan
dasar dan menengah, adalah salah satu bidang yang diotonomikan kepada pemerintah
daerah sehingga kebijakan Otda tidak hanya menjadi titik tolak reformasi bidang
sosial dan politik, tetapi juga menjadi titik tolak reformasi sistem pendidikan
nasional. Semua harapan, tujuan, dan target pembangunan pendidikan di era
otonomi daerah diharapkan terwujud melalui empat strategi pokok pembangunan
pendidikan nasional sebagaimana diuraikan satu per satu berikut ini:
a)
Peningkatan
pemerataan kesempatan pendidikan. Semua warga negara Republik Indonesia diberi
akses pendidikan yang sama, apa pun tingkat ekonomi mereka, di mana pun tempat
tinggal mereka, dan apa pun latar belakang sosial mereka.
b)
Perbaikan
fasilitas pendidikan dan kurikulum.
c)
Peningkatan
kualitas pendidikan salah satunya peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar.
d)
Peningkatan
efisiensi pengelolaan dana pendidikan.
Tercapainya tingkat pandidikan yang
tinggi di suatu daerah akan berimplikasi pada berkembangnya pembangunan di
daerah tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa dengan dengan tingkat pendidikan
yang tinggi maka akan berjalan searah dengan tingginya sumberdaya manusia di daerah
tersebut. Karena dalam hal ini dalam pembangunan selain sumber daya alam
diperlukan juga sumber daya manusia yang tinggi. Pembangunan di daerah
merupakan tanggung jawab masyarakat di daerahnya baik dengan mengelola sumber
daya alam maupun meningkatkan sumberdaya manusia, dalam hal ini melalui
pendidikan. Semua ini akan dapat tercapai ketika pemerintah daerah sebagai
lembaga yang berwenang menyelenggarakan rumah tangga daerahnya memiliki
tanggung jawab yang tinggi dalam hal peningkatan kualitas sumberdaya manusia
melalui pendidikan. Untuk itu pemerintah daerah harus mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan.
Penutup
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan dari konsep desentralisasi pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah
daerah dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam menyelenggarakan
pemerintahan, melaksanakan pembangunan, serta memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara lebih optimal sesuai dengan karakteristik yang ada di
wilayahnya. Otonomi daerah merupakan suatu upaya, kesempatan, dan dukungan bagi
daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Walaupun dalam
pelaksanaannya kini menghadapi kendala di era globalisasi. Peran serta upaya
nyata dan keseriusan Pemerintah Daerah dalam mengelola daerahnya sangat
dibutuhkan.
Melalui fakta dan uraian di sini,
maka dapat disimpulkan bahwa beberapa hal yang perlu dilakukan Pemerintah
Daerah dalam menghadapi tantangan global
adalah sebagai berikut :
1. Bidang Ekonomi
a)
Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global
sesuai kemajuan teknologi dengan membangun fasilitas-fasilitas publik.
b)
Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan
investasi dalam rangka meningkatkan persaingan global melalui pihak asing
maupun lokal.
c)
Mengembangkan perekonomian kerakyatan sesuai identitas
dan potensi setiap daerah.
d)
Melindungi serta mengembangkan industri lokal.
e)
Membangun perekonomian yang dapat menyentuh langsung
daerah marjinal atau pinggiran.
2. Bidang
Politik
a)
Meningkatkan kehidupan demokrasi yang bertanggung
jawab serta senantiasa menampung aspirasi masyarakat luas.
b)
Tidak membedakan-bedakan hak politik setiap masyarakat
agar tidak terjadi konflik politik yang saling merugikan satu sama lain.
c)
Melaksanakan pemilukada sebaik-baiknya untuk kemajuan
daerah dan mengawasi jalannya kampanye agar terhindar dari money politic.
d)
Menumbuhkan kesadaran masyarakat aktif untuk
senantiasa mengawasi jalannya pemerintahan daerah agar diharapkan dapat
berjalan secara transparan dan jauh dari KKN.
3. Bidang
Sosial Budaya
a)
Mengembangkan dan membina kebudayaan lokal sebagai
salah satu warisan leluhur.
b)
Memfasilitasi serta mendanai untuk kepentingan seni
budaya daerah demi mendorong serta mengembangkan kelestarian budaya lokal.
c)
Menumbuhkan kesedaran para pemuda dalam mencintai
kebudayaan nasional maupun lokal dengan pendidikan baik formal maupun non-formal.
d)
Mengawasi serta memberantas peredaran narkotika,
pornografi maupun kekerasan dsb demi moral anak bangsa baik melalui sosialisasi
maupun pendidikan di sekolah.
4.
Bidang
Sosial
a)
Membangun fasilitas daerah yang memadai serta dapat
dijangkau seluruh elemen masyarakat.
b)
Membina hubungan harmonis dan kerukunan antar golongan
masyarakat dalam daerah maupun dengan daerah lain untuk mengantisipasi
timbulnya konflik.
c)
Senantiasa dapat membuka hubungan dan kerja sama
dengan pihak asing dalam berbagai bidang untuk menambah wawasan global
Pemerintah Daerah.
5.
Bidang
Pendidikan
a)
Menciptakan pendidikan yang dapat dijangkau oleh
seluruh masyarakat, baik melalui bantuan dana maupun berupa fasilitas
pendidikan
b)
Mengembangkan pendidikan di sektor formal maupun
non-formal untuk mengembangkan kualitas SDM yang siap bersaing di dunia kerja.
c) Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d)
Meningkatkan kemampuan akademik dan kesejahteraan
tenaga kependidikan sebagai tenaga kependidikan sebagai tenaga pendidikan mampu
berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi
pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga pendidikan.
Upaya dan
peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi tantangan global di era otonomi daerah
sangatlah penting. Di sistem otonomi ini daerah harus punya inisiatif tidak
tergantung oleh pusat. Pemerintah Daerah perlu mengusahakan segala cara demi
kesejahteraan masyarakatnya. Namun, tanpa dukungan seluruh elemen masyarakat
hal ini akan sulit terwujud. Apalagi tuntutan zaman juga menuntut bertambahnya
kebutuhan masyarakat. Dukungan dari seluruh elemen masyarakat sangat membantu
Pemerintah Daerah demi terwujudnya tujuan seluruh masyarakat. Tak ada suatu
keberhasilan tanpa komitmen dan dukungan bersama.
Daftar Pustaka
Adin Bondar, S.Sos, M.Si. Transformasi Strategi
Pembangunan SDM Indonesia Menghadapi
Globalisasi. 5 Juli 2011. http://pedomansdm.wordpress.com/2011/07/05/transformasi-strategi-pembangunan/
(diakses Desember 26, 2012).
Dr. Ir.
Antonius Tarigan, M. Si. Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing
Wilayah. Mei 12, 2008. http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=161
(accessed Desember 25, 2012).
Hidayat, Fadlan. Antagonisme Politik dan Korupsi dalam
Otonomi Daerah. 10 Maret 2012.
http://siyasatuna.wordpress.com/2012/03/10/antagonisme-politik-dan-korupsi-dalam-otonomi-daerah/
(diakses Desember 2 2012).
Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta:
Rineka Cipta, 2007.
Permadi, Adi. Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Desember 2010.
http://adipermadi57.blogspot.com/2010/12/otonomi-daerah-dan-globalisasi.html
(diakses Desember 27, 2012).
Widjaja, Prof. HAW. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
—. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
Yasmin, Nin. Daya Tarik Investor Asing Berkurang karena
Otonomi Daerah. 4 Nopember 2004. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/11/04/daya-tarik-inverstor-asing-berkurang-karena-otonomi-daerah-409588.html
(diakses Desember 26, 2012).
Suara Merdeka. "
Daerah Di Minta Buat Standar Biaya Pendidikan, " (8 Nopember 2012 ): 9
[1]
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah,
( Jakarta: Rineka Cipta, 2007 ), Hal.38.
[2]
HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah
Otonom, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Hal.23.
[3]
Nin Yasmin, “ Daya Tarik Investor Asing Berkurang karena Otonomi Daerah, “
[4]
Adin Bondar, “ Transformasi Strategi Pembangunan SDM Indonesia Menghadapi
Globalisasi, “
[6]
HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di
Indonesia, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 ), Hal.62-63.
[7]
Fadlan Hidayat, “ Antagonisme Politik dan Korupsi dalam Otonomi Daerah, “
[8]
Fadlan Hidayat, Op. Cit.
[9]
Nin Yasmin, Op. Cit.
[10]
Antonius Tarigan, “ Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing Wilayah, “
[11]
Suara Merdeka, “ Daerah Di Minta Buat
Standar Biaya Pendidikan, “ ( 8 Nopember 2012 ): 9.
No comments:
Post a Comment