Pada saat ini sangat marak
dengan yang namanya kasus korupsi, korupsi merupakan sebuah pelanggaran hukum
yang bisa dikatakan sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat Indonesia.
Namun apa yang bisa dilakukan masyarakat jika ternyata yang terjadi adalah bahwa
yang melakukan tindakan korupsi adalah orang-orang yang sudah berkelebihan
dalam harta dan yang mempunyai wewenang dalam menghentikan permasalahan
korupsi, kemungkinan yang terbesar adalah masyarakat hanya dapat menonton apa
yang terjadi dari kejauhan dan tidak dapat melakukan hal lain. Dalam permalahan
korupsi di Indonesia masyarakat pada umumnya hanya mendengar kasus korupsi
baru-baru ini saja atau baru terdengar di pertengahan dan semakin merebak di
akhir pemerintahan bapak Soeharto,
tetapi apabila ingin melihat secara lebih dalam kenyataan yang terjadi adalah
bahwa korupsi sudah terjadi sejak masa orde lama berlanjut ke orde baru dan
masih terbawa hingga ke masa reformasi. Akibat yang timbul pada masa reformasi
adalah ketika korupsi yang sudah ada
sejak lama ini menjadi sebuah budaya yang semakin sulit untuk dikikis dalam
kehidupan para pejabat negara. Kenyataan yang terdapat pada kehidupan masa
reformasi kali ini memang cukup menyakitkan jika dilihat pada kenyataanya bahwa
semua yang terjadi pada masa reformasi ini adalah peninggalan dari nenek moyang
bangsa Indonesia sendiri dan dari keseluruhan peninggalan itu, menyebabkan
keterkaitan yang sampai sekarang masih terus dibawa meskipun sudah mengalami
beberapa kali pergantian generasi.
Kata Kunci: Korupsi, orde lama, orde
baru dan masa reformasi
PENDAHULUAN
Birokrasi
adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik[1].
Banyaknya birokrasi yang merebak di Indonesia seperti birokrasi pada saat
pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dimana masyarakat tidak perlu untuk
mengeluarkan biaya, malah diharuskan untuk melakukan pembayaran yang biayanya
sudah ditentukan oleh para birokrat tersebut. Perilaku birokrat yang secara
langsung maupun tidak langsung ditiru oleh generasi seterusnya inilah, yang
akan kita sebut dengan budaya korupsi.
Korupsi yang pada saat ini
sudah menjadi topik atau perbincangan khalayak umum rupanya sudah menjadi
budaya bagi para petinggi negara. Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi[2].
Disamping berasal dari budaya yang menjadikan korupsi suatu permasalahan yang
terselesaikan ada beberapa sebab lagi yang mendukung keberadaan korupsi untuk
tumbuh subur di Indonesia diantaranya: Pemerintahan kolonial, sistem
pemerintahan yang baru saja terbebas dari penjajahan dan mulai memasuki era
demokrasi menyebabkan adanya culture
shock dan keinginan untuk lebih memiliki dibandingkan orang lain. Dari
begitu banyak hal yang menyebabkan adanya korupsi, akan difokuskan kepada hal
yang menjadi dasar dari adanya korupsi yaitu budaya. Dari penjelasan yang telah
tertera diatas , korupsi dapat dikatakan sebagai salah satu budaya yang berakar
didalam tubuh bangsa Indonesia.
Budaya korupsi dapat
dikatakan sebagai salah satu budaya negatif yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia, karna korupsi memiliki pengertian bahwa korupsi adalah perilaku
pejabat publik, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka[3].
Korupsi tentunya menjadi hal yang melanggar hukum karena bila dipandang secara
umum tentunya akan sangat merugikan masyarakat dan oleh sebab itu maka
dibuatlah Undang-Undang yang mengatur
mengenai pemberantasan korupsi.
Undang-Undang yang mengatur
tentang pemberantasan korupsi terdapat didalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman yang
mengancamnya adalah tindak pidana penjara minimal empat tahun dan denda sebesar
dua ratus juta rupiah[4].
Undang-Undang yang dibuat ini mengacu pada perilaku para petinggi negara yang
sudah melakukan tindak korupsi sejak zaman aksara, kolonialisme, dan masa-masa
selanjutnya.
Zaman sejarah pada masa lalu
mengingatkan kita akan VOC yang menjadi dewan rakyat pada masa zaman Belanda.
Dapat diketahui bahwa didalam perkembangannya, VOC bubar dikarenakan perilaku
korupsi yang dilakukan oleh para petinggi didalam VOC sendiri. Perilaku
inilah yang mungkin masih dicontoh oleh
para petinggi negara sampai saat ini.
Para petinggi negara yang
dimaksudkan bukan hanya para petinggi negara yang kita kenal pada saat ini,
melainkan seluruh petinggi negara yang bekerja pada masa orde lama dan orde
baru. Para petinggi negara ini menjadikan kekuasaan mereka dalam memerintah
untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan masyarakat,
sehingga pada akhirnya masyarakatlah yang akan mengalami kerugian yang
terbesar. Yang menyebabkan banyaknya uang masyarakat yang seharusnya dipakai
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, malah dipakai untuk kepentingan diri
sendiri.
Keegoan merekalah yang
menyebabkan semakin banyaknya anak-anak dipinggir jalan yang luntang-lantung
tanpa tujuan yang jelas. Yang tersisa dari tindakan korupsi hanyalah kesedihan
yang terjadi di berbagai pihak. Untuk membahas secara lebih jelas mengenai
korupsi, korupsi pada masa orde lama, orde baru, dan keterkaitannya dengan
perilaku korupsi masa kini.
Korupsi pada
masa orde lama
Sebelum membahas mengenai
korupsi dimasa orde akan lebih baik lagi jika terlebih dahulu membahas
bagaimanakah yang terjadi pada masa pasca reformasi, pada masa kerajaan, dan
pada masa Belanda menjadi tuan-tuan atas tanah negeri ini. Pada masa Kerajaan,
mungkin yang banyak masyarakat ketahui bahwa masing-masing kerajaan pada masa lalu
hancur karena adanya pecah belah yang terjadi didalam intern kerajaan. Tapi
apabila kita melihat lebih dalam sebenarnya yang terjadi ada orang-orang ekstern yang ikut campur tangan dalam
perpecahan tersebut. Orang ekstern
yang ikut campur adalah bangsa Belanda yang menggunakan sebuah sistem untuk
memecahbelah yang sering disebut dengan Devide
at Impera[5].
Belanda memperdayakan sistem
devide at impera karena politik pecah
belah akan meghasilkan, hasil yang sangat cukup memuaskan dan dapat meruntuhkan
kerajaan-kerajaan Jawa yang sangat terkenal dengan sistem perfeodalan yang
dianut pada masa itu. Perfeodalan yang cukup kental ini menyebabkan adanya
keinginan untuk setiap orang yang menjabat jabatan tertinggi menjadikan setiap
kerabatnya menjadi sama dengan dia. Dengan perfeodalan yang cukup tinggi
inilah, bangsa Belanda menggunakan devide
at impera untuk memecahbelahkan setiap kerabat kerajaan secara
perlahan-lahan dan dengan mudah menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di
nusantara.
Setelah selesainya masa
Kerajaan di Indonesia akan dilanjutkan dengan mulainya masa pasca kemerdekaan
dan masa orde lama. Didalam masa paska kemerdekaan salah satu organisasi yang
bubar adalah VOC[6]
atau dewan rakyat yang dibentuk oleh pemerintah Belanda yang menjabat. Seperti
yang banyak orang-orang katakan VOC bubar dikarenakan kebanyakan dari
pegawainya melakukan korupsi dan tidak menguntungkan ke pihak Belanda, sehingga
akhirnya dibubarkan.
Bubarnya VOC menjadi salah
satu contoh bahwa ternyata korupsi memang sudah terjadi sejak Belanda datang ke
Indonesia bahkan sejak adanya Kerajaan-kerajaan di Indonesia. Pembahasan akan
lebih menarik lagi jika lanjutkan ke pembahasan mengenai tindakan yang
dilakukan untuk menangani korupsi pada masa orde lama. Mungkin banyak khalayak umum
yang tidak menyangka bahwa korupsi sudah terjadi pada masa orde baru, karena
yang mereka tahu ketika orde lama adalah masa dimana Indonesia sudah merdeka
dari para penjajah.
Secara umum pandangan
mengenai hal merdeka(terbebas dari penjajah) adalah benar. Namun, secara tidak
langsung pula masyarakat pada saat itu tidak menyadari bahwa pada saat yang
sama mereka sedang dijajah oleh bangsa mereka sendiri, yang sedikit demi
sedikit menggerogoti kekayaan mereka melalui cara korupsi. Dimulai dari korupsi
kecil-kecilan yang tidak ketahuan hingga korupsi yang ketahuan oleh presiden, untuk
menghentikan atau meminimalisir semakin banyaknya tindakan korupsi, presiden
Soekarno yang menjabat pada masa orde lama tersebut segera membuat sebuah
organisasi yang memiliki tugas untuk menyelidiki harta milik para pejabat
negara.
Organisasi yang dibentuk
adalah organisasi yang bernama PARAN (Panitia Retooling Aparatur
Negara) yang dibentuk oleh pemerintah melalui Undang-Undang Keadaan Bahaya.
Dalam menjalankan tugasnya PARAN membuat sebuah sistem yang mengharuskan setiap
pejabat negara dalam masa itu untuk mengisi sebuah formulir yang berisikan
data-data harta pejabat yang apabila sudah selesai diharapkan dikumpulkan
kepada PARAN, namun para menteri malah meminta data tersebut untuk diberikan
langsung kepada Presiden. Karena para
pejabat negara yang diminta untuk menyerahkan formulir ini berlindung
kebelakang presiden oleh karena itu mereka tidak dapat untuk diperiksa, maka
apa yang diharapkan pada PARAN menjadi sesuatu yang mustahil pada saat itu.
Karena
kegagalan dari organisasi PARAN maka dibentuklah sebuah lembaga yang tetap
diketuai oleh A.H Nasution[7],
yaitu lembaga yang bernama operasi
Budhi. Operasi Budhi ini memiliki fokus kepada perusahaan-perusahaan dan
lembaga-lembaga negara yang memiliki kesaratan dengan tindakan korupsi, dan
tugas mereka adalah untuk meneruskan kasus-kasus yang belum sempat untuk
diperkarakan kemeja hijau. Dalam menjalankan tugasnya Operasi Budhi berhasil
untuk mengamankan beberapa belas miliar uang negara dalam jangka waktu tiga
bulan.
Setelah
beberapa waktu menjalankan tugasnya, Soebandrio[8]
dalam sebuah rapat menyatakan bahwa Operasi Budhi menganggu prestise Presiden,
ini adalah salah satu ganjalan yang dialami Operasi Budhi dalam melakukan
tugasnya. Disamping hal itu ada satu ganjalan lagi yang menjadikan Operasi
Budhi gagal dan akhirnya dibubarkan yaitu, pandainya para pengusaha maupun
pejabat dalam hal berkelit, mereka melakukan tugas keluar negeri sehingga
ketika mereka ingin diperiksa dengan mudah mereka mempunyai alasan untuk
mangkir dari panggilan pemeriksaan tersebut. Begitu juga yang terjadi ketika
yang dipanggil adalah bawahan dari pejabat tersebut, dengan mudah mereka
mengatakan bahwa mereka belum mendapatkan ijin dari atasan dan dengan demikian
mereka tidak mungkin untuk meninggalkan tempat, sehingga pemerikasaan yang
seharusnya hanya membutuhkan waktu yang singkat menjadi membutuhkan waktu yang
lama. Bahkan kasus tersebut tidak akan disentuh lagi karena sudah kehabisan
waktu dalam penanganannya.
PARAN
dan Operasi Budhi[9]
adalah dua cara yang dilakukan oleh para penguasa masa orde lama untuk
menghentikan merebaknya korupsi. Apa daya kedua cara yang telah dilakukan tidak
menghasilkan sebuah hasil yang memuaskan. Bagaimanakah kelanjutannya pada masa
orde baru? Inilah yang akan dibahas pada sub bab kedua mengenai korupsi dimasa
orde baru.
Korupsi Masa Orde Baru
Korupsi
pada masa orde baru, masyarakat yang lahir pada masa saat ini tentunya sudah
sangat sering mendengar bahwa pada masa orde baru ini, adalah sebuah masa yang
menjadi titik tolak dari masa orde baru ke masa reformasi. Pada masa ini sering
dikatakan salah satu alasan berubahnya masa orde baru ke reformasi adalah
karena tingginya tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang terjadi. Apakah
benar pada masa ini korupsi sangat tinggi tingkatannya? Untuk mengetahui kejelasan
seberapa tingginya korupsi yang terjadi dalam masa ini, dapat ditelusuri dalam
beberapa paragraf dibawah ini.
Diawal
pemerintahan Bapak Soeharto[10]
sebagai presiden yang menjabat dimasa orde lama, beliau sangat berkobar-kobar
semangatnya untuk memberantas korupsi namun apa daya yang terjadi justru
ditahun-tahun selama beliau menjabat ternyata korupsi semakin meningkat dan
termasuk menjadi salah satu dari kelima negara yang termasuk sebagi negara
terkorup. Dalam usahanya memberantas korupsi, Bapak Soeharto membentuk sebuah
organisasi yang bernama organisasi TPK.
TPK[11]
adalah organisasi Tim Pemberantas Korupsi yang dibentuk untuk memberantas
korupsi disendi-sendi pemerintahan. Pekerjaan yang dilakukan oleh TPK memang
bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga para mahasiswa yang tetap melihat banyaknya
korupsi yang terjadi pada masa itu melakukan unjuk rasa dan meminta Soeharto
untuk membuktikan janjinya tersebut. Untuk memuaskan perasaan dari mahasiswa
dan untuk menunjukkan kesungguhannya dalam memberantas kasus korupsi yang
merajalela beliau membuat sebuah kelompok pemberantas korupsi yang dikenal
dengan Komite Empat.[12]
Komite
Empat adalah sebuah organisasi yang dibentuk dari golongan tua-tua yang
berisikan Prof. Johannes, I.J Kasimo, Mr Wilopo dan A.
Tjokroaminoto. Tugas utama mereka adalah untuk membersihkan korupsi yang banyak
terjadi di Telkom, Pertamina, CV. Waringin, Bulog, dan Departemen Agama. Ketika mulai
bekerja komite empat menemukan sebuah indikasi korupsi pada Pertamina. Pertamina yang dikepalai oleh Ibnu Sutowo
pada tahun 1970an diketahui bahwa memiliki uang simpanan sebesar Rp 90,48
Miliar yang didapatnya dari kongkalikong dengan pihak Jepang. Setelah indikasi
ini tercium dan hendak untuk dilaporkan kepada pemerintahan, yang terjadi
adalah tidak adanya tanggapan dari pihak pemerintah. Akibatnya penyelidikan
yang telah dilakukan oleh Komite Empat akhirnya diakhiri sampai disitu saja.
Kehilangan
Komite Empat sama artinya dengan kehilangan salah satu cara lagi untuk
menghilangkan korupsi dari tubuh Indonesia. Namun, rupanya bapak Soeharto tidak
kehilangan akal untuk mewujudkan impiannya untuk memberantas korupsi didalam
negerinya. Untuk yang kesekian kalinya membentuk sebuah organisasi yang tetap
bertugas untuk memberantas korupsi, nama organisasi yang dibentuk kali ini
adalah Opstib (Operasi Tertib) yang dikepalai oleh Sudomo[13].
Sudomo
selaku kepala Opstib, tentunya memiliki kekuasaaan untuk memutuskan sistem apa
yang akan dipakai dalam menjalankan tugasnya. Ternyata ada satu ganjalan dalam
pelaksanaan sistem yang akan dijalankannya, yaitu dari Nasution. Nasution
mengatakan apabila ingin memberantas korupsi harus dimulai dari dalam diri
sendiri. Mungkin dari sinilah awal hilangnya Opstib[14]
tanpa menyisakan suatu tanda apapun.
Dari
ketiga lembaga, kelompok ataupun organisasi yang dibuat dimasa orde baru,
terbukti ketiganya tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan, karna ketiganya
terganjal dari berbagai pihak, baik pihak eksten maupun intern. Alhasil,
korupsi semakin merebak dan meninggalkan budaya hingga pada masa reformasi yang
pada saat ini kita hadapi korupsi tetap merajalela tanpa ada yang dapat
mengakhiri. Untuk lebih memahami korupsi pada masa reformasi dan keterkaitannya
dengan masa orde lama dan orde baru akan dibahas didalam subbab ketiga.
Korupsi masa reformasi dan keterkaitannya dengan korupsi orde baru dan orde
lama
Korupsi masa reformasi, sudah
menjadi makanan atau sarapan pagi masyarakat yang menonton televisi sebelum
berangkat kerja atau sekolah. Bahkan anak-anak kecil yang seharusnya sedang
menonton kartun atau bermain dengan teman sebayanya, kini sudah mengerti apa
itu korupsi bahkan mereka mulai mencontoh apa yang dilakukan oleh para koruptor
kepada orang tua mereka, dan mereka menjadi salah satu koruptor-koruptor kecil
yang mungkin saja akan dibawa sampai mereka dewasa. Seburuk itulah korupsi yang
sudah terjadi di masa reformasi ini khususnya dibeberapa tahun terakhir ini.
Sebelum sampai kepada pembahasan
mengenai korupsi dalam beberapa tahun ini, sebaiknya pembahasan diawali dengan
usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan setelah Presiden Soeharto turun dari
jabatannya dan digantikan oleh Bapak B.J Habibie. Beliau mengeluarkan sebuah UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas dari KKN serta membentuk beberapa organisasi untuk mengawasi adanya
tindakan korupsi yang mungkin dilakukan baik pejabat negara maupun
perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Beberapa lama setelah beliau
menjabat sebagai Presiden dan menghabiskan masa jabatannya, diangkatlah
Presiden baru yaitu Bapak Abdurrahman Wahid.
Bapak Presiden yang menggantikan
kedudukan Bapak B.J Habibie ini rupanya memiliki sebuah rencana untuk membuat
sebuah organisasi yang dinamakan TGPTPK ( Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi) namun setelah berjalan beberapa waktu ternyata TGPTPK[15] dibubarkan oleh beliau entah karena alasan apa.
Mahasiswa yang mengetahui hal inipun segera melakukan unjuk rasa, dan dimulai
dari sejak itu maka upaya pemberantasan korupsi dimasa Gusdur pun terhenti.
Selain
dari sikap Gusdur yang sulit untuk ditebak dengan membubarkan TGPTPK secara
mendadak, pada masa pemerintahannya Gusdur juga sering melakukan
pertemuan-pertemuan yang dilakukan diluar agenda kepresidenan dan dilakukan
diluar tempat-tempat yang pantas sebagai seorang Presiden. Dari hal-hal
tersebut timbulah kecurigaan bahwa Gusdur diduga melakukan sebuah tawar menawar
yang tinggi dalam pembuatan sebuah keputusan dan akhirnya pada suatu saat
Gusdur tersandung dalam sebuah kasus Buloggate dan Bruneigate.
Didalam
kedua kasus ini diketahui bahwa Gus Dur terkena kasus yang ada sanggut pautnya
dengan keuangan dan praktik keuangan tersebut dilakukan oleh mantan tukang
pijitnya (Suwondo) yang mengatakan bahwa dia diperintahkan oleh Gus Dur untuk
mengambil uang sebesar 4 juta Amerika dari tangan Bulog dan ternyata
kebenarannya adalah tidak seperti yang dikatakan olehnya, bahwa Gus Dur tidak pernah
untuk memerintahkan oleh karena itu maka diberi nama kasus Buloggate. Kasus
yang kedua juga masih berhubungan dengan kasus uang yang diderita oleh Gus Dur
ketika berkunjung ke Brunei Darussalam untuk mengajak Sultan Brunei untuk
menanamkan modal sebesar dua juta dollar Amerika di Aceh, sultan yang
menghargai Gus Dur karena beliau adalah seorang ulama.
Setelah
sultan untuk memutuskan setuju untuk menanamkan modalnya di Aceh, kenyataanya
ternyata uang yang telah diberikan oleh Sultan tersebut tidak dipublikasikan ke
khalayak umum dan langsung menyimpan uangnya ke rekening pemerintah, namun Gus
Dur berkelit dengan alasan bahwa Sultan Brunei tidak menginginkan batuan
tersebut untuk diketahui oleh masyarakat luar. Dari dua kenyataan tersebut,
maka masyarakat yang sudah mulai tidak suka dengan Gusdur menginginkan Gus Dur
untuk turun dari jabatannya, dan lengserlah beliau dari jabatannya. Hal
tersebut adalah contoh dari beberapa kasus yang terjadi dimasa reformasi sampai
pada masa pemerintahan Gus Dur lain halnya dengan masa pemerintahan Megawati
dan Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengetahui apa yang terjadi pada masa
pemerintahan keduanya, akan dibahas dalam paragraf berikut ini.
Masa
pemerintahan Megawati dimulai sejak lengsernya Gus Dur dari bangku Kepresidenan.
Masa pemerintahan Megawati tidak ada satu tindakan yang lebih lagi dari pada
masa pemerintahan Gus Dur atau bisa dikatakan dalam masa pemerintahannya,
korupsi tetap berkembang dan semakin meluas dari apa yang banyak dibayangkan
oleh masyarakat umum. Didalam pelaksanaan pemberantasan korupsi yang terjadi
adalah bukannya membuat para koruptor jera justru membuat banyak koruptor
melengang bebas, mangkir dari panggilan dengan alasan berobat keluar negeri.
Hal ini ternyata masih diturunkan dalam keadaan korupsi pada zaman yang masih
dicontoh oleh salah satu yang dilakukan oleh Nunun
Nurbaeti[16]
dalam kasus cek dana pelawat dengan alasan berobat, rupanya berniat untuk
melarikan diri.
Korupsi
masa reformasi, ternyata semakin banyak menimbulkan motif-motif baru yang dapat
dilakukan baik untuk melarikan diri dan kesempatan untuk melakukan korupsi
selalu terbuka. Pada masa reformasi yang melakukan korupsi bukan hanya para
pejabat politik saja, tetapi sudah merebak sampai kecabang olahraga, dinas
kepolisian, dan bahkan sampai ke bidang-bidang lainnya seperti bidang agama.
Tiba saatnya untuk pembahasan mengenai korupsi yang merebak dimasa pemerintahan
Susilo Bambang Yudohyono.
Beberapa contoh mengenai korupsi yang terjadi
didalam era reformasi ini akan dibahas didalam paragraf berikut ini. Untuk
contoh pertama akan dibahas mengenai Angelina Sondakh dengan kasus Hambalang
yang menjeratnya dengan hukuman dua belas tahun penjara. kasus kedua yang akan
dibahas mengenai kasus yang dialami oleh Inspektur Jendral Djoko Susilo yang
tersandung kasus simulator SIM yang sampai saat ini masih menjalani
pemeriksaan, dilanjutkan dengan tindakan korupsi yang terjadi di dalam
Departemen Agama mengenai kasus korupsi Al-quran dilanjutkan dengan kasus-kasus
lainnya. Belum selesainya kasus departemen Agama sudah ditambah lagi dengan
kasus dana Hambalang dengan tersangka baru yaitu Andi Malaranggeng yang masih
aktif menjabat sebagai Menteri Pemuda dan
Olahraga dan kasusnya masih didalam penanganan KPK hingga pada saat ini.
Kasus
yang menjerat Andi Malaranggeng, Angelina Sondakh, dan Djoko Susilo adalah
kasus yang sama yaitu kasus korupsi yang mungkin mereka tiru dari keadaan latar
belakang budaya yang sejak dulu telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Latar
belakang budaya yang negatif, tentunya akan berpengaruh kepada generasi
kedepannya, seperti yang sekarang dialami pada masa reformasi ini, seandainya
pada masa orde lama dan orde baru permasalahan korupsi dapat diselesaikan
dengan cepat dapat terjadi kemungkinan bahwa dalam masa reformasi ini akan
terjadi perubahan yang signifikan dalam hal menurunnya tingkat pidana korupsi
yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara.
Sudah
banyak hal yang dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi misalnya dengan
membuat sebuah lembaga yang dikenal dengan nama KPK (Komisi Pemberantas
Korupsi) yang sudah mulai dibentuk pada tahun 2003 tepatnya pada bulan Desember
yang bertugas untuk memperkecil adanya tindakan untuk berlaku korupsi. Selama
dalam menjalankan tugasnya KPK sudah banyak mengungkap kasus-kasus seperti
kasus korupsi di century, dana hambalang, kasus simulator SIM hingga kasus dana
pengadaan Al-quran. Dan diharapkan untuk kedepannya dapat lebih baik lagi dan
menghapuskan adanya korupsi di negara ini.
PENUTUP
Boleh
dikatakan apa yang dilakukan oleh pemerintah masa reformasi sama dengan apa
yang dilakukan oleh pemerintahan pada masa orde lama dan orde baru, namun yang
membedakan adalah hasil akhirnya dan diharapkan membawa dampak positif bagi
masyarakat Indonesia. Didalam beberapa paragraf berikut ini akan membahas
mengenai keterkaitan korupsi masa orde lama, orde baru dan reformasi dimulai
dari prosesnya yang ditiru oleh pejabat masa kini. Proses yang ditiru adalah
proses untuk memperkaya keluarganya dengan melakukan korupsi, seperti yang
dilakukan pada masa kerajaan dan seperti yang dilakukan VOC dalam masa Belanda.
Selain
dengan proses untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga, korupsi yang
dilakukan pada masa ini, banyak terkait dengan kasus-kasus politik yang juga
sama dengan praktik orde baru. Satu hal lagi yang menarik mengenai keterkaitan
korupsi dimasa lalu da sekarang adalah mengenai kasus yang belum lama muncul
ditelevisi mengenai kasus siapakah yang harus menyelesaikan kasus simulator
SIM, kasus yang menyangkutkan salah seorang perwira polisi ini sempat memanas,
karna POLRI dan KPK beradu argumen untuk mengkaji kasus ini lebih dalam, kasus
ini sama halnya dengan kasus yang ada di orde baru dalam Opstib yang terjadi
antara Nasution dan Sudomo yang mempermasalahkan mengenai bagaimanakah
seharusnya sistem yang harus dijalankan, POLRI tentunya ingin membela
anggotanya, namun dalam hal ini KPK tidak boleh menghilang sama seperti opstib
yang menghilang setelah permasalahan yang terjadi dengan Nasution.
Ketiga
hal tadi rasanya sudah cukup untuk membuktikan bahwa korupsi yang terjadi di
Indonesia dikarenakan budaya yang sudah mendarah daging yang bermula dari nenek
moyang bangsa Indonesi sendiri. Ya, sudah jelas bahwa korupsi yang terjadi
selama ini adalah kesalahan dari hal negatif yang sudah ada sejak dulu, belum
dapat diselesaikan dan akhirnya menjadi salah satu budaya bagi anak cucu bangsa
ini. Yang dapat kita lakukan agar didalam masa depan tidak terjadi lagi hal
yang sama pada masa depan adalah mengurangi budaya korupsi yang ada pada masa
ini, sehingga pada masa depan budaya negatif ini sudah bukan menjadi budaya
yang dipelihara oleh anak dan cucu kita dimasa depan, sehingga masyarakat depan
akan lebih baik adanya daripada masyarakat yang sekarang dan terbebas dari
korupsi yang menghimpit rakyat. Untuk mewujudkan keinginan dalam penumpasan
korupsi yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memulai dari diri
sendiri, lalu diajarkan ke anak sedini mungkin dan menularkannya ke lingkungan
dimana individu itu tinggal. Dengan pengenalan mengenai korupi dari sejak dini,
diharapkan setiap anak-anak pada masa depan akan lebih kritis lagi dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan hidup banyak orang, dan tidak
merugikan banyak orang.
Ahira,Anne. “Birokrasi Pemerintah.” anneahira.com, diakses 18
Desember 2012. http://www.anneahira.com/birokrasi-pemerintah.html.
Al-Fath Ganessa “Kasus Hambalang 2 Rumah Paul Nelwal Tak
Luput dari Penggeledah KPK.
http://news.detik.com/read/2012/11/02/162139/20080040/10/kasus-hambalang-2-rumah-paul-nelwal-tak-luput-dari-penggeledahan-KPK?9911012
2 November 2012
Baswir, Revrisond. “ Dinamika Korupsi di Indonesia dalam
prespektif Struktural.” Jurnal Universitas Paramadina,no.2(2002): 25-34.
Diakses 4 Januari 2013. http://olp.uwp.ac.id/www/content/lessons/88/213-resvisond_baswir.pdf
Cottam.Martha, dkk. Pengantar dalam Political
Psychology.New Jersey. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2004.
“Definisi Budaya Pengertian Kebudayaan.” duniabaca.com. 01
Maret 2011. http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html.
H. Alatas, S. Korupsi Sifat, Sebab, dan Fungsi. Diterj. Oleh
Nirwono. Jakarta: LP3ES.1987.
Kementrian, Galeri Keuangan. “Sejarah Korupsi.”
Galerikemenkeulib.blogspot.com. 23 Agustus 2012.
Galerikemenkeulib.blogspot.com/2012/08sejarah.korupsi.html.
“KPK vs Koruptor Siapa pemenangnya?.”
politik.kompasiana.com. 04 April 2011. http://politik.kompasiana.com//2011/10/04/kpk-vs-koruptor-siapa-pemenangnya/
Salam, Abdul, “ Kekuasaan dan Korupsi Praktik Niermoral
Pejabat Publik Pasca Orde Baru,” e-journal UMM, no.1(2010): 169-180 diakses 3
Januari 2012, e.journal.umm.ac.id/index-php/salam/article/viewfile/459/466_umm_scientific_journal_pdf
Soedarso, Boesono. Latar Belakang Sejarah dan Kultural
Korupsi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.
“Sejarah KKN di Indonesia”.
ktspdiindonesia.com. 24 September 2011. http://ktspdiindonesia.blogspot.com/2011/09/sejarah-kkn-di-indonesia.html.
“VOC,” Sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com. 26 Maret 2011 http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/26/sejarah-voc-vereenigde-oost-indische-compagnie/.
Yosa, “Birokrasi,” Iten-Depdagri, 1 Juli 2010,
http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html.
[1] Yosa, “Birokrasi,” Itjen-Depdagri,
1 Juli 2010, http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html.
[2] “Definisi
Budaya Pengertian Kebudayaan,” duniabaca.com,
01 Maret 2011, http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html
[3] “Korupsi,”Wikipedia.com,
dimodifikasi terakhir tanggal 26 Oktober 2012(10:36am)
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi/
[4] “Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemeberantasan Tindak Pidana
Korupsi” Kpu.go.id, diakses tanggal
29 Desember 2012 http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20PNS.pdf
[5] Politik pecah belah yang digunakan oleh Belanda dengan maksud untuk
memecah-mecahkan Indonesia agar tidak bersatu menjadi sebuah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
[6] VOC adalah Vereenigde Oostindische Compagnie
(Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) yang sudah ada sejak tanggal 20 Maret
1602. Sebuah perusahaan yang memonopoli perekonomian di Asia yang dikendalikan
oleh Belanda. Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia
Timur). “VOC adalah,“ sejarahbangsaIndonesia.blog.detik.com, diakses 10 Januari 2013,
http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/26/sejarah-voc-vereenigde-oost-indische-compagnie/
[7] Seorang Jendral yang hampir menjadi salah satu korban dari keganasan
PKI pada tahun 1965. Lahir di Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Penggerak
pemberantasan PKI di Madiun.
[8] Subandrio salah seorang tokoh yang amat dipercaya pada masa
pemertintahan Soekarno, terbukti dari dipercayanya beliau untuk menjabat sebagi
menteri luar negeri didalam 4 kabinet. Sempat terkait dengan kasus PKI dan
dihukum seumur hidup, namun dilepaskan dengan alasan kesehatan.
[9] Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara) adalah sebuah organisasi yang dibentuk pada
zaman orde lama pada tahun 1963 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Keadaan
Bahaya. Operasi Budhi, operasi yang dibentuk pada tahun 1963 atau setelah
berakhirnya PARAN berdasarkan keputusan
presiden, dan diketuai oleh A.H Nasution.
[10] Presiden Republik Indonesia kedua, yang merupakan seorang mantan
Jendral dalam serangan umum 1 Maret 1949 di Jogyakarta.
[11] TPK atau Tim Pemberantas Korupsi dibentuk pada tahun 1967 melalui
Surat Keputusan Presiden.
[12] Komite Empat adalah salah satu yang termasuk kedalam lembaga dalam
upaya pemberantasan korupsi dimasa orde baru yang mengalami kegagalan sama
sepeti TPK.
[13] Sudomo, seorang purnawirawan TNI yang menjadi kepala dari Opstib dan
sempat menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan Soeharto
[14] Opstib adalah salah satu upaya untuk melawan korupsi yang ada pada
masa orde baru dan dikepalai oleh Sudomo yang pada masa itu menjaba sebagai
Pangkopkamtib.
[15] TGPTPK adalah lembaga yang dibentuk pada masa reformasi yang bertujuan
untuk memberantas korupsi dan sibubarkan tanpa alasan yang jelas dimasa
pemerintahan Gusdur.
[16] Nunun Nurbaeti adalah isteri dari Adang Darajatun yang tersandung
kasus cek pelawat. Melakukan pelarian hingga ke Thailand dan akhirnya
tertangkap di Thailand pada bulan Desember 2011 lalu.
Izin copas..
ReplyDeleteBaik, sila kan di copas, semoga bermanfaat dan terima kasih telah berkunjung.
DeleteMaaf Pak, Izin Copas ya.... sbg referensi
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung, sila kan di salin dan gunakan sebaik-baiknya serta terapkan kaidah penulisan dengan benar, semoga bermanfaat.
Delete