Friday, November 7, 2014

Hukum Penerbangan Pendaftaran Pesawat Udara di Indonesia

Topik : 'Pengaturan Hukum Udara Di Indonesia (Implementasi UU No.1 Tahun 2009)'

JUDUL

Hukum Penerbangan Pendaftaran Pesawat Udara di Indonesia

( Implementasi UU No.1 Tahun 2009 )


1. PENDAHULUAN

Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah di bawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Kedaulatan terhadap wilayah suatu  negara adalah mutlak, namun untuk dapat mengadakan hubungan antar negara, Wilayah perairan dan wilayah udara memiliki keistimewaan sehingga dikenal adanya Hukum Laut dan Hukum Udara. Berbeda dengan wilayah Laut yang memiliki hak lintas damai, wilayah udara suatu negara merupakan  kedaulatan dari negara yang berada di bawahnya.  Untuk dapat melintas berlaku juga lintas damai namun tidak secara mutlak karena harus memperoleh  izin dari negara yang kedaulatannya dilalui oleh pesawat atau yang dikenal dengan azas Cabotage.
Hukum Udara, adalah hukum yang mengatur obyek udara, telah dikenal sejak jaman Romawi, dengan adanya Prinsip ”Cuius est solum, eius est usque ad coelum” (yang memiliki tanah, memiliki juga udara diatasnya sampai ke langit), persoalan yang sering diperdebatkan adalah masalah kedaulatan di ruang udara, terutama antara mereka yang berpendapat bahwa ” ruang udara adalah bebas” dan antara mereka yang berpendapat bahwa ”negara masing-masing berdaulat diruang udara diatasnya”.
Dalam hal ini soal jarak sama sekali tidak memainkan peranan melindungi wilayah negara, Dalam era teknologi canggih dewasa ini, karena bahaya yang dapat ditimbulkan dari penerbangan pesawat asing di atas wilayah suatu negara terhadap keamanan nasional negara lain adalah sama, lepas dari ketinggian terbangnya pesawat asing tersebut maka perlu adanya pengaturan di ruang udara atau Hukum Udara.(http://lapan.go.id)        
Otto Riese dan Jean T. Lacour dalam buku mereka ”Precis de Droit Aerien” menyebutkan Hukum udara adalah seluruh norma-norma hukum yang khusus mengenai penerbangan, pesawat-pesawat terbang dan ruang udara dalam peranannya sebagai unsur yang perlu bagi penerbangan, maka rasanya Hukum Penerbangan merupakan istilah yang tepat. Namun Hukum udara dapat ditafsirkan sebagai segala peraturan hukum yang mengatur obyek tertentu yaitu udara. (E. Suherman, 1983:5)
Hukum Penerbangan baru timbul ketika manusia mengarungi udara dan erat kaitannya dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam lapangan teknik penerbangan, terutama dalam beberapa tahun sebelum dan sesudah perang dunia II. Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan-peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdaya guna, berhasil guna serta dapat diterapkan.
        Penerbangan yang pertama kali dilakukan tanggal 17 Desember 1903, di Amerika, oleh Orville Wright dan saudaranya Wilbur, ini merupakan penerbangan pertama yang dilakukan oleh manusia dalam sejarah dunia. Penerbangan dengan pesawat yang mampu mengangkut manusia, mampu tinggal landas dengan tenaganya sendiri untuk melakukan penerbangan penuh dan bergerak maju tanpa kecepatannya berkurang, dan kemudian mampu mendarat dengan selamat. (Achmad Moegandi, 1996:41-42)
Dalam sejarah, penerbangan pertama kali di Indonesia terjadi pada tanggal 19 Febuari 1913 ketika J.W.E.R. Hilgers, seorang Belanda, melakukan penerbangan di atas kota Surabaya dengan sebuah pesawat fokker. Peristiwa tersebut ternyata bukan hanya merupakan penerbangan pertama, tetapi juga peristiwa kecelakaan pertama yang terjadi di Indonesia, karena pada hari itu pesawat yang ditumpangi Hilgers jatuh di desa Baliwerti, dekat Surabaya. (R.J. Salatun, 1950:72)
Sesuai dengan peran dan fungsi penerbangan yang sangat penting terutama ditinjau dari segi politik, ekonomi dan kedaulatan negara, telah menyebabkan perkembangan yang sangat pesat terhadap dunia penerbangan. Perkembangan ini tidak hanya dalam jumlah pesawat udara tetapi juga dalam jumlah perjanjian antar negara (bilateral) untuk membuka jalur penerbangan.
Pentingnya peraturan tentang penerbangan negara-negara di dunia melahirkan Konvensi-Konvensi Internasional tentang penerbangan sipil Internasional diantaranya Convention Relating to The Regulation of Air Navigation (Paris Convention 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944), Convention for The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air 1929 (Warsawa Convention 1929) dan Convention on Damage Caused by Foreing Aircraff to third Parties on Surface (Roma Convention 1952)
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.

2. POKOK  MASALAH
Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
a.      Bagaimana Prosedur Pendaftaran Dan Kebangsaan Pesawat Terbang?
b.      Bagaimana perubahan sertifikat pesawat ?
c.      Bagaimanakah Tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran ?
d.      Apa saja  sumber-sumber hukum penerbangan di Indonesia ?


3. PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. PROSEDUR PENDAFTARAN PESAWAT
1. PESAWAT UDARA SIPIL
Setiap pesawat yang telah didaftarkan akan diberikan Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) dan akan tercatat dalam daftar pesawat udara sipil. Semua daftar pesawat udara sipil yang terdaftar di Indonesia sesuai pasal 9 UU No. 15/1992 harus dirawat oleh Dirjen Perhubungan Udara.
 Daftar tersebut meliputi beberapa hal, yaitu :
a.       Nomor sertifikat pendaftaran
b.     Tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran
c.      Nama/sebutan pesawat menurut manufaktur pembuat pesawat
d.     Nomor seri/serial number pesawat udara
e.       Nama Pemilik
f.  Alamat pemilik
g.     Nama operator terdaftar
h.     Alamat operator
i.  Tanggal pendaftaran dan masa berlaku
j.  Jenis penggunaan pesawat udara



Pesawat yang Didaftarkan.
Pesawat udara yang dapat didaftarkan di Indonesia jika pesawat tersebut : Dimiliki dan dioperasikan oleh orang-orang yang berhak menjadi pemilik pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia. Yang diizinkan untuk dapat memiliki pesawat udara dan didaftarkan di Indonesia adalah :        
1.   Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,
2.   Warga Negara Asing atau badan hukum asing dan pesawat dioperasikan oleh warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal dua tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha atau bentuk perjanjian lainnya,
3.   Instansi Pemerintah,
4.   Lembaga tertentu yang diizinkan oleh Pemerintah, Pesawat tidak terdaftar di Negara lain.
Semua pajak dan pembayaran telah terselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Telah besertifikat dan dilengkapi dengan peralatan sesuai peraturan yang berlaku menurut jenis penggunaan pesawat tersebut.
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam peraturan penerbangan Republik Indonesia pasal 25  Undang-Undang No 1 tahun 2009 yang berbunyi:
 ‘’ Pesawat udara sipil yang dapat didaftarkan di Indonesia harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak terdaftar di negara lain; dan
b. Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau dimiliki oleh badan hukum Indonesia;
c. Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing dan dioperasikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaiannya minimal 2 (dua) tahun secara terus-menerus berdasarkan suatu perjanjian;
d. Dimiliki oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah, dan pesawat udara tersebut tidak dipergunakan untuk misi penegakan hukum; atau
e. Dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang pesawat udaranya dikuasai oleh badan hukum indonesia berdasarkan suatu perjanjian yang tunduk pada hukum yang disepakati para pihak untuk kegiatan. penyimpanan, penyewaan, dan/atau perdagangan pesawat udara.”

Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R).
Sertifikat Pendaftaran (Certificate of Registration = C o R) merupakan bukti pendaftaran suatu pesawat udara, C o R ini berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang. C o R berwarna kuning dan pada bagian belakangnya terdapat cuplikan Undang-Undang Penerbangan yang mengatur masalah pendaftaran pesawat udara
1.       
2. PENDAFTARAN PESAWAT UDARA
Pemilik pesawat udara yang akan mendaftarkan pesawat udaranya di Indonesia, diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Persyaratan Tahap Pertama
a.  Mengajukan permohonan pendaftaran pesawat udara (Form KU-011 DGAC)
b.  Menyerahkan salinan surat ijin pengadaan pesawat/helicopter,
c.  Menyerahkan salinan bukti kepemilikan pesawat udara (missal : bill of sale, perjanjian jual beli, dll).
d.  Menyerahkan salinan surat serah terima (acceptance letter),
e.  Menyerahkan salinan surat pembatalan pendaftaran dari Negara asal bila pesawat tersebut sebelumnya telah didaftarkan atau surat pemberitahuan bahwa pesawat belum didaftarkan,
f.   Menyerahkan Airwortness Certificate fir Export,
g.  Menyerahkan rencana penempatan tanda pendaftaran di pesawat, rencana warna, hiasan dan ukuran-ukurannya,
h.  Menyerahkan ijin operasi (bagi operator baru),
i.   Pesawat telah memenuhi persyaratan import pesawat terbang.
2. Persyaratan Tahap Kedua
Persyaratan ini dipenuhi bila pesawat telah didaftarkan di Indonesia, yaitu :
a. Menyerahkan salinan bebas bea cukai,
b. Menyerahkan salinan Surat izin penggunaan frekuensi radio (radio permit),
c. Menyerahkan salinan bukti asuransi pesawat,
3. Special Permit untuk Sertifikat Pendaftaran
Special permit berlaku sebagai sertifikat pendaftaran sementara bila pemilik belum dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua, tetapi telah memenuhi persyaratan tahap pertama dan telah dinyatakan lolos. Masa berlaku special permit adalah 2 bulan dan dapat diperpanjang bila pemilik belum juga dapat menyerahkan persyaratan tahap kedua.
4. Surat Tanda Pendaftaran Sementara
Surat tanda pendaftaran dapat diterbitkan sebagai pengganti special permit bila pemilik pesawat telah menyerahkan radio permit dan bukti asuransi namun belum menyerahkan bukti bebas bea cukai (dengan catatan tidak mendapatkan peringatan dari bea cukai). Surat tanda pendaftaran sementara ini berlaku 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 tahun kemudian.

B. PERUBAHAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN
1. Perubahan Pemilik atau Alamat Pemilik
Apabila terdapat perubahan pemilik pesawat udara, maka C of R dari pesawat tersebut dinyatakan batal dan pemilik lama pesawat harus menyerahkan kembali kepada Dirjen Perhubungan Udara dengan disertai pemberitahuan pergantian pemilik atau alamat dengan disertai nama pemilik dan alamat lengkap yang baru. Untuk keperluan pendaftaran pesawat udara, maka Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan C of R bagi pesawat tersebut atas nama pemilik dan alamat yang baru.
2. Pesawat Tidak Dipergunakan Selamanya
Bila pesawat tidak akan dipergunakan lagi selamanya (misal hancur atau sebab lainnya), maka pemilik harus memberitahukan pembatalan dari penggunaan pesawat tersebut dan menyerahkan kembali C of R ke Dirjen Perhubungan Udara. Pesawat tersebut akan dihapus dari daftar pesawat udara sipil Indonesia.
3.  Penggantian Sertifikat Pendaftaran
Jika terjadi sertifikat pendaftaran hilang, rusak, sobek atau lainnya, maka Dirjen Perhubungan Udara dapat menerbitkan kembali salinan (duplikat) Sertifikat Pendaftaran hingga masa berlaku sertifikat asli habis.
Berdasarkan asas dan prinsip hukum perdata di Indonesia khususnya dan yang dianut oleh mayoritas negara-negara di dunia, pesawat terbang digolongkan sebagai benda tidak bergerak. Prinsip hukum ini berpengaruh pada penetapan aturan hukum keperdataan yang berlaku bagi pesawat terbang sebagai objek jaminan, yaitu antara lain dapat mempunyai hubungan dengan lembaga jaminan berupa Hipotik (Hypotheek). Dibeberapa negara maju, lembaga jaminan pesawat terbang telah dilaksanakan melalui ketentuan Mortgage.
Ketentuan mengenai lembaga jaminan pesawat terbang diatur dalam Pasal 9, 10, dan 12 UU No.15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mengenai pendaftaran dan kebangsaan pesawat terbang serta lembaga jaminan pesawat terbang.
Dalam Pasal 9 UU Penerbangan diatur bahwa pesawat terbang yang akan dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Dalam hal ini, tidak semua pesawat terbang dapat mempunyai tanda pendaftaran Indonesia, kecuali pesawat terbang Sipil yang tidak didaftarkan di negara lain dan memenuhi salah satu ketentuan dan syarat di bawah ini :
  • Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia atau dimiliki oleh Badan Hukum Indonesia;
  • Dimiliki oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dan dioperasikan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia untuk jangka waktu pemakaian minimal 2 (dua) tahun secara terus menerus berdasarkan suatu perjanjian sewa beli, sewa guna usaha, atau bentuk perjanjian lainnya;
  • Dimiliki oleh instansi pemerintah;
  • Dimiliki oleh lembaga tertentu yang diizinkan pemerintah.
Secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran pesawat terbang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pendaftaran pesawat terbang sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Selain tanda pendaftaran Indonesia, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 UU Penerbangan, pesawat terbang dan helikopter yang akan dioperasikan di Indonesia wajib pula mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Tanda kebangsaan Indonesia dimaksud hanya akan diberikan kepada pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran Indonesia. Persyaratan dan tata cara memperoleh dan mencabut tanda kebangsaan Indonesia bagi pesawat terbang dan helikopter dan jenis-jenis tertentu dari pesawat terbang dan helikopter yang dapat dibebaskan dari kewajiban memiliki tanda kebangsaan Indonesia, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Dengan diterapkannya pendaftaran terhadap Pesawat Terbang, maka memberikan sifat hak kebendaan yang kuat kepada pemilik dan hak itu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu berada. Dalam praktek, hal ini memberikan perlindungan yang kuat kepada pemilik, karena pemilik dapat mempertahankan haknya terhadap khalayak umum (publik).
Dengan demikian secara yuridis pesawat terbang atau helikopter merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan pelunasan suatu utang (agunan) sepanjang pesawat terbang atau helikopter tersebut telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :
a)   Pesawat terbang dan helikopter yang telah mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia dapat dibebani Hipotek.
b)   Pembebanan Hipotek pada pesawat terbang dan helikopter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan.
c)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran hipotek pesawat udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

  C. TANDA KEBANGSAAN DAN TANDA PENDAFTARAN
Setiap pesawat udara harus diberi tanda pengenal (Identification Mark). Tanda pengenal tersebut terdiri dari tanda kebangsaan (Nationality Mark) dan tanda pendaftaran (Registration Mark). Penulisan dan penempatan nationality dan registration mark ini harus seijin Dirjen Pehubungan Udara dan tidak boleh diubah tanpa ijin. Penulisan tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran ini harus :
1.     Ditulis dengan huruf Roman capital, tidak ada hiasan (ornament) atau apapun yang dapat mempengaruhi pembacaan,
2.     Diberi warna yang kontras dan jelas dengan warna dasar pesawat,
3.     Dapat dan mudah terlihat,
4.     Dituliskan pada pesawat dengan cat tahan panas, atau dibubuhkan pada benda yang ditempelkan (removable material) bila :
§        Merupakan tanda kebangsaan dan pendaftaran sementara,
§        Pesawat akan dikirim ke luar negeri yang mana akan diganti,
§        Untuk keperluan khusus.

Identitas merek
Tanda kebangsaan (Nationality Mark ) untuk Indonesia adalah PK, dan dilanjutkan dengan tiga huruf tanda pendaftaran (Registration Mark). Antara tanda kebangsaan dan tanda pendaftaran dipisahkan dengan tanda hubung (hyphen). Tidak diperbolehkan menambahkan huruf atau tanda apapun sebelum dan sesudah huruf PK, kecuali untuk keperluan tanda pendaftaran.

Penempatan Tanda Kebangsaan dan Pendaftaran
1. Pesawat Fixed Wing aircraft
Tanda pengenal ditempatkan :
1.     Sekali di permukaan atas sayap kanan,
2.     Sekali di permukaan bawah sayap kiri,
3.     Pada masing-masing permukaan luar dari fuselage atau pada vertical tail surface.
2. Selain Fixed Wing Aircraft
a. Rotorcraft :
1) Pada permukaan bawah fuselage, dengan bagian atas tulisan ada pada sebelah kiri,
2) Pada masing-masing permukaan samping dari fuselage.
b. Airship :
Tanda pengenal ditempatkan pada daerah kiri dan kanan hull atau stabilizer sebelah luar.
c. Spherical Ballon :
Tanda pengenal harus diperagakan pada dua tempat yang bertentangan, ditempatkan pada dekat lingkaran balon paling besar.
d. Non- Spherical Ballon :
Tanda pengenal ditempatkan pada tiap sisi luar dari balon, ditempatkan pada daerah yang terbesar dari balon atau di atas tempat pengikat kabel-kabel keranjang.
3. Non Conventional Aircraft
Jika rancangan dari pesawat tidak wajar, sehingga ketentuan di atas tidak bias diperagakan, maka tanda pengenal diperagakan pada tempat yang disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara.

Ukuran Dari Tanda Pengenal
1. Umum
a. Menggunakan huruf Roman (A B C…) atau angka (1 2 3…) tanpa ornamen atau hiasan apapun,
b. Lebar dari huruf, termasuk tanda hubung adalah 2/3 dari tinggi huruf, kecuali huruf I dan angka 1,
c. Huruf, angka dan tanda hubung dibuat dengan warna utuh (blok) dengan tebal huruf 1/6 dari tinggi,
d. Tiap karakter mempunyai jarak minimal 11/4 dari lebar huruf atau tiap karakter dipisahkan minimal 1/6 dari tinggi huruf.
2. Fixed Wing Aircraft :
a. Tinggi huruf pada wing tidak kurang dari 50 cm,
b. Tinggi huruf pada fuselage atau vertical stabilizer tidak kurang dari 30 cm,
c. Semua tulisan dituliskan pada jarak minimal 5 cm dari sisi tepi.
3. Rotorcraft :
a. Tanda pengenal dituliskan sebesar mungkin tetapi tidak boleh melebihi struktur pada helikopter,
b. Tinggi huruf pada wing tidak kurang dari 50 cm,
c. Tinggi huruf pada fuselage atau vertical stabilizer tidak kurang dari 15 cm.
4. Airships and Ballons :
a.  Tinggi huruf minimal 50 cm.
5. Non-Conventional Aircraft :
Dituliskan dengan ukuran yang disetujui oleh Dirjen Perhubungan Udara. 
        Ukuran Tanda pengenal
Identification Plate
Dibuat dari logam tahan api (fireproof), ditempatkan di daerah yang mudah terlihat (biasanya dekat pintu masuk). Identification Plate berisikan informasi tentang operator, model pesawat, registration mark, serial number pesawat, dan nomor pendaftaran. Tulisan pada Identification Plate ini di grafir.

D.    SUMBER-SUMBER HUKUM PENERBANGAN DI INDONESIA
1.  Undang-undang dan peraturan-peraturan penerbangan yang nasional dalam arti dibuat oleh pembuat undang-undang nasional.(Undang-Undang No 15 Tahun 1992 dan Perubahan Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia.No. Km.26 tahun 2001, PP No 71 Tahun 1996 dan peraturan pelaksana lainnya seperti tentang kebandar udaraan, keselamatan penerbangan lalu lintas udara, angkutan udara, teknik perawatan pesawat udara.dll  )
2.   Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan hukum penerbangan tidak dapat kita abaikan juga di Indonesia. Misalnya ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan di atas merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah berdasarkan,kalau kita hendak dikatakan hampir merupakan turunan semata-mata dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal dengan nama warsa convenstion (Statuta Mahkamah Internasional Pasal 38. Perjanjian Internasional, Kebiasaan Internasional (International Costums), Prinsip-Prinsip Hukum Umum, Doktrin, Yurisprudensi, Dan Sumber Hukum Udara Internasional Terdiri Dari Perjanjian Multilateral, Perjanjian Bilateral, (Bilateral Air Transport Agreement) dll. )
3.   Sebagai sumber hukum penerbangan ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu organisasi internasional, tergabung sebagian besar dari pada pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia yang besar-besar, maka IATA (International Air Transport Association) mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
4.   Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu sumber hukum. 

4. KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan
Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah di bawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang udara dan ruang angkasa.
Masalah yang mungkin timbul karena adanya penerbangan internasional adalah apabila terjadi kecelakaan yang melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah. Dalam penerbangan antar negara apabila terjadi suatu kecelakaan pesawat akan melibatkan berbagai pihak, diantaranya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation). Dari kecelakaan tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat. Hak dan kewajiban tersebut menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab negara-negara. Maka oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.
B. Saran
Pentingnya peraturan tentang penerbangan negara-negara di dunia melahirkan Konvensi-Konvensi Internasional tentang penerbangan sipil Internasional diantaranya Convention Relating to The Regulation of Air Navigation (Paris Convention 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944), Convention for The Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air 1929 (Warsawa Convention 1929) dan Convention on Damage Caused by Foreing Aircraff to third Parties on Surface (Roma Convention 1952), kami rasa pesawat itu perlu menerapkan ini semua demi maskapai yang damai, dan  nyaman.
Pemerintah seyogyanya memperhatikan permasalahan ini, karena kebutuhan akan penggunaan pesawat terbang dalam perkembangannya dewasa ini sudah bukan merupakan hal yang exclusive, namun sudah merupakan kebutuhan primer bagi mobilitas umat manusia, sehingga pembiayaan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha air traffic carrier sangat terbuka luas dan memberikan tantangan peluang usaha ke depan. Sehingga pemerintah dituntut untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang tata cara pengikatan pesawat terbang dan helikopter.
Demikian pula untuk pelaku usaha perbankan di tanah air, agar segera  mendapatkan kepastian dalam mengakomodir tantangan dan peluang ke depan dalam melakukan pembiayaan terhadap usaha air traffic carrier sehingga ke depan tidak ada hambatan regulasi untuk membiayai kredit jasa air traffic carrier tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Indrawadi, Junaidi. 2006. Hukum Internasional. Proyek Sitem Penyusunan Program Pedoman Dan Penerbangan. Jakarta.
Kontaatmadja, Mieke Komar. 1989. Hukum Udara Dan Angkasa. Remaja Karya. Bandung.
Superman. 1978 . Hukum Udara Indonesia dan Internasional. Alumni Bandung.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001
http://urangmuaromusu.blogspot.com/ diakses pada Jum’at, 12 April 2013; pukul 23:14 WIB.
http://www.icao.int/, International Civil Aviation Organization (ICAO) diakses pada Jum’at, 12 April 2013; pukul 23:29 WIB.

http://ilmuterbang.com, Penerbangan Indonesia, diakses pada Jum’at, 12 April 2013; pukul 23:44 WIB.

5 comments:

  1. Brpa ya biayanya tuk mndapatkan regristrasi Pesawat (PK) di Indonesia?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat, mohon maaf untuk info tersebut saya tidak mengetahuinya.

      Delete
  2. bagaimana peraturan dan syarat untuk mengubah/mengganti kode registrasi pesawat?. contoh,PK-LTV ingin diubah menjadi PK-LTI?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, semoga membantu dan bermanfaat. Mohon maaf, untuk mengubah/mengganti kode pesawat saya kurang mengetahui. Terima kasih telah berkunjung pada tulisan ini.

      Delete
  3. artikel yg sangat membantu tugas manajemen transportasi udara saya terimmaksih infonya

    ReplyDelete